Menyingkap Misteri Suluk di Dayah Darul Aman Aceh: Cari Ketenangan di Bulan Ramadan
Senin, 18 Maret 2024 | 09:00 WIB
Jamaah Suluk sedang melaksanakan ritual Tawajjuh di pesantren Darul Aman, Desa Lampuuk, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Ahad (17/3/2024). (Foto: NU Online/Wahyu Majiah)
Banda Aceh, NU Online
Suasana sunyi menyelimuti ruangan berukuran di Pesantren atau Dayah Darul Aman, Desa Lampuuk, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar, Aceh.
Di dalam bangunan permanen berukuran 20x25 meter itu, sedikitnya ada 100 orang jamaah yang sedang memanjatkan doa. Manakala Ramadhan tiba, gedung tersebut disesaki orang-orang yang melaksanakan suluk dari berbagai daerah di Aceh.
Suasana yang semula riuh dengan Asma Allah seakan tak bergeming. Jamaah suluk menutupi kepalanya dengan kain panjang, selendang, sorban, dan juga sebagian menutupnya dengan mukena yang ia kenakan. Tak hanya wajah seluruh tubuhnya juga dibalut dengan kain dan hanya terlihat sedikit jemari sembari menggulirkan tasbih dengan ritme yang cepat.
Hal itu menandakan jamaah sudah memulai ritual tawajjuh zikir ismu zat fi qalbi, merupakan salah satu bagian dalam pelaksanaan suluk.
Dalam bahasa Aceh, suluk kerap dikenal dengan sulok yaitu ibadah yang dikembangkan tarekat Naqsabandiyah sekitar abad ke 13 dan 14 Masehi, diperkenalkan oleh ulama Aceh, Syekh Muda Waly Al Khalidi.
Pada pelaksanaannya, ibadah ini dipimpin oleh seorang ustadz yang sudah memiliki sertifikat atau ijazah dalam ilmu mursyid. Setiap bacaan zikirnya sudah ditentukan mursyidnya. Ibadah ini dilaksanakan dengan target tertentu, agar nilai dan jumlah bacaan doa maupun zikir sampai pada batasnya.
Meski lebih didominasi jamaah lansia, ritual ini juga diikuti oleh 15 mahasiswi yang juga merupakan santri pesantren tersebut. Tujuannya sama yakni untuk menyucikan hati dan mencari kedamaian selama bulan suci ramadhan.
Wakil Ketua Yayasan, Dayah Darul Aman, Teungku Saifullah, mengatakan suluk atau ritual batiniah, bermunajat kepada Allah dengan membaca zikir dan menyebut nama Allah dengan qasad, dan target 70 ribu qalam Allah dalam sehari.
"Alasan jemaah menutup kepala untuk menghindari gangguan dari luar dan diharapkan fokus melaksanakan ibadah selama proses suluk berlangsung," kata Teungku Saifullah di dayah setempat, Ahad (17/3/2024).
Teungku Saifullah menjelaskan, rangkaian lainnya dalam suluk adalah tawajjuh, dilakukan empat kali sehari yaitu setelah subuh, zuhur, asar, dan usai shalat tarawih. Bahkan orang-orang yang sedang melaksanakan ibadah suluk itu tidak henti-hentinya bertasbih kecuali saat tiba waktu salat fardhu, berbuka puasa, dan menyantap sahur.
“Mereka terus berdoa sepanjang hari, kadang hanya tidur dua atau tiga jam dalam sehari,” tambah Saiful.
Saifullah menjelaskan, pelaksanaan suluk di Dayah Darul Aman telah menjadi rutinitas tahunan dan dilakukan tiga gelombang yaitu saat Ramadan, bulan Haji atau Zulhijjah, dan musim Maulid, tepatnya saat Rabiul Awal. Durasinya ada 10, 20 hingga 40 hari yang dilaksanakan sebelum dan sesudah bulan Ramadan.
"Untuk diawal Ramadhan biasanya lebih dominasi perempuan, seperti tahun ini jemaah lelaki baru 2 orang tapi yang mendaftar untuk jadwal di atas 10 puasa sudah ramai," ungkapnya.
Peserta yang ingin mengikuti suluk harus mendaftar terlebih dahulu dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. "Sebelum masuk ke sini calon jemaah harus mandi taubat dulu, salat sunnah taubat dan mengikuti Tarekat Naqsabandiyah. Intinya mereka harus bersih dulu," terang Saifullah.
Selain memiliki syarat untuk masuk ke ibadah spiritual. Uniknya, jamaah Suluk juga memiliki pantangan makanan tertentu. Mereka hanya diperbolehkan mengonsumsi makanan nabati seperti sayur-sayuran untuk menghindari rasa kantuk dan menjaga kejernihan hati.
"Tujuannya agar terhindar dari nafsu duniawi dan tidak mengantuk karena pengaruh makanan," jelas Teungku Saifullah.
Selain itu, makanan bagi peserta suluk telah tersedia di dapur khusus untuk memenuhi kebutuhan sahur dan berbuka puasa para jemaah. Hal ini juga tidak diberatkan kepada jemaah, pihak dayah sudah menyiapkan koki khusus untuk memasak makanan selama proses suluk berjalan.
"Jika ada keluarga yang mengantar makanan diperbolehkan tapi harus menghindari makanan yang mengandung darah" tandas Saifullah.