Moderat dalam Beragama, Solusi Hidup Damai di Tengah Kebinekaan
Kamis, 24 Februari 2022 | 06:43 WIB
Bandarlampung, NU Online
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, Indonesia memiliki 1.340 suku dan sub suku bangsa dengan berbagai macam agama yang dianut. Selain agama resmi yakni Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, dan Konghucu, di Indonesia juga terdapat aliran kepercayaan dan agama yang tak resmi seperti Baha’i, Yahudi, Sikh dan masih ada yang lainnya.
Menurut Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung Prof. Alamsyah, perbedaan-perbedaan ini jika tidak bisa dikelola dengan baik bisa menjadi potensi besar munculnya konflik. Namun bangsa Indonesia harus bersyukur karena tidak ada konflik atas nama agama yang mengakibatkan peperangan dan mengakibatkan perpecahan selama ini.
“Karena beragam seperti itu, pluralis sekali, maka solusi yang paling penting dan paling tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah sikap moderat dalam beragama,” jelasnya dalam Sarasehan Ulama dan Umara di Ballroom UIN Raden Intan Lampung, Rabu (23/2/2022).
Menurut guru besar ilmu hadits ini, setiap agama pada dasarnya sudah moderat. Namun sikap penganutnya dalam kehidupan sehari-harilah yang memunculkan sikap tidak moderat. Hal ini sering ditunjukkan dengan memunculkan truth claim (klaim kebenaran) yang intoleran. Diperburuk lagi, klaim ini ditambahi dengan membenci, menghina, merendahkan orang lain dan memaksa orang lain ikut keyakinannya.
Sikap ini yang menurutnya harus dihilangkan oleh umat Islam khususnya di Indonesia yang hidup di tengah-tengah kebinekaan. Maka sikap moderat dalam beragama harus dipegang kuat ditambah dengan komitmen lainnya yakni komitmen dalam berbangsa.
Ulama dan moderasi
Sementara pembicara lainnya Kiai Abdul Syukur dari UIN Raden Intan Lampung mengingatkan bahwa menjadi umat yang moderat merupakan perintah Allah yang tegas disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-baqarah ayat 143. “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu,” jelasnya.
Sikap moderat ini harus diperkuat oleh umat Islam khususnya ulama yang menjadi tauladan dalam beragama dengan baik. Ulama menurut Kiai Syukur harus mampu mengaplikasikan filosofi yang terkandung dalam kata ulama yang bentuk tunggalnya adalah alim.
Ada tiga huruf dalam kata alim yakni ‘ain , lam, dan mim. A’in mewakili kata ‘illiyyin yang berarti tinggi sehingga seorang ulama harus memiliki kemampuan agama yang tinggi, baik dari sisi teori dan praktik. “Lam mewakili kata latif yang berarti lembut. Jadi ulama jangan bermuka ‘kuburan’,” kata sosok yang memiliki selera humor tinggi ini disambut senyum yang hadir.
Dan huruf terakhir yakni mim mewakili kata ma’rifat yang berarti mengetahui. Mengetahui di sini dalam konteks yang luas yakni mengetahui dirinya sendiri dan lingkungannya. Karena ulama menurutnya merupakan khadimul ummah (pelayan ummat) sehingga harus memahami betul siapa umat yang menjadi objek dakwahnya.
Sarasehan ini merupakan rangkaian dari acara Pengukuhan Pengurus Majelis Ulama Indonesia Provinsi Lampung masa khidmah 2021-2026 yang dihadiri langsung Ketua Umum dan Sekjend MUI Pusat KH Miftachul Akhyar dan H Amirsyah Tambunan. Selain kedua pemateri tersebut, dua pemateri sarasehan lainnya adalah Prof Wah Jamaluddin, Rektor UIN Raden Intan dan Prof Marzuki Noor, Ketua Muhammadiyah Lampung.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Fathoni Ahmad