Daerah

Peringati HUT RI, Pesantren Citangkalo Banjar Kenakan Sarung

Sabtu, 17 Agustus 2019 | 12:30 WIB

Peringati HUT RI, Pesantren Citangkalo Banjar Kenakan Sarung

Santri Citangkalo Banjar, Jabar kenakan sarung

Kota Banjar, NU Online
Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 Republik Indonesia selain oleh berbagai lembaga negara, sintasi pemerintahan, Nahdlatul Ulama, dan lembaga pendidikan, di lingkungan pesantren se antero nusantara juga melakukan hal yang sama. 
 
Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo Kota Banjar Jawa Barat tempat Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU beberapa waktu yang lalu juga memperingati HUT RI dengan menggelar upacara bendera  memakai bawahan sarung, di lapangan dekat pesantren, Sabtu (17/8).  
 
Upacara dimeriahkan dengan karnaval yang dibawakan oleh para santri dengan berbagai tema. Kesenian dari berbagai lembaga di bawah naungan pesantrenpun berjejer berbaris mengitari lapangan. 
 
Para santri sangat antusias mengikuti upacara HUT kemerdekaan kali ini. Menurutnya, upacara kali ini berbeda dengan upacara tahun sebelumnya. Yaitu seluruh peserta mengenakan bawahan sarung. 
 
"Dan tidak membedakan antara guru maupun siswa semuanya mengenakan sarung, begitupun petugas upacara," jelas Maizun salah seorang santri.  
 
Dijelaskan, sarung merupakan identitas santri yang mencintai NKRI. Selain itu, dengan bersarung mempermudah santri untuk mempersiapkan upacara ini, karena bersarung merupakan kebiasaan keseharian santri dan sarung pakaian sehari-hari santri. 
 
Pembina upacara KH Muin Abdurrahim dalam amanatnya mengatakan bahwa tiga hal yang perlu kita yakini yaitu pertama Indonesia merdeka atas perjuangan ulama Ahlussunnah waljamaah, seperti dari Aceh Teungku Umar, dari Jakarta Habib Salim Alaidrus pendiri Yayasan Al-khoirot yang pernah bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW. 
 
"Dahulu para masyayikh mengalirkan keringat dan darah dan bertaruh nyawa untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia," paparnya.  

Yang kedua adalah falsafah ideologi. Pancasila adalah final merupakan pemikiran para ulama dan pendiri bangsa Indonesia ini. "Mulai dari sila kesatu hingga sila kelima semuanya berlandaskan dari Al-Qur'an, semua keberagaman agama budaya bahasa Indonesia terbingkai dalam pancasila," tandasnya. 
 
Ketiga, kita harus siap dalam menghadapai revolusi industri 4.0. Menyikapi perkembangan zaman sekarang, dirinya menanggapi bahwa dengan revolusi Indusri 4.0 kita semua harus siap. Aplikasi ruang guru akan menjadi tantangan. Maka dari itu para guru jangan sampai terjebak di dalamnya. 
 
"Semuanya bisa diakses melalui android, tetapi santri juga tidak kalah dengan semua itu. Santri mempunyai akhlakul karimah adab yang telah menjadi budaya sejak zaman dahulu," tuturnya.  
 
Selain itu, Kiai Muin menjelaskan warna merah putih dalam bendera kita melambangkan dua kalimah syahadat. Warna merah melambangkan kalimat tiada Tuhan yang berhak disembah. Sedangkan warna putih melambangkan melainkan hanya Allah SWT
 
"Menghormat dan mencium bendera merah putih sama saja mencintai kalimah syahadat," tegasnya.  
 
Tak hanya itu, dia juga mengatakan bahwa dengan kita upacara memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI) merupakan haul atas lahirnya bangsa Indonesia.  
 
Seusai upacara HUT Kemerdekaan dilanjutkan dengan pembagian hadiah perlombaan, yakni lomba tumpeng dan lomba karnaval. (Siti Aisyah/Muiz)


Terkait