Daerah

Perlawanan Ulama Aceh dalam Hikayat Perang Sabil di Tanah Rencong

Jumat, 5 Agustus 2022 | 10:30 WIB

Perlawanan Ulama Aceh dalam Hikayat Perang Sabil di Tanah Rencong

Lukisan perlawanan masyarakat Aceh terhadap kolonialsme Belanda tahun 1925 (Foto: reddit.com)

Banda Aceh, NU Online 
Masyarakat Aceh terlebih para ulama, dan pemimpin lokal sangat mencintai Tanah Air. Salah satu kecintaan mereka diungkapkan dalam hikayat Prang Sabi (Perang Sabil/Jihad Fisabilillah) karya ulama Aceh, Teungku Chik Pante Kulu. Hal ini sebagaimana diungkapkan Tgk Asnawi M Amin, Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Aceh.

Ia menyampaikan, Teungku Chik Pantee Kulu dalam Hikayat Perang Sabil menjelaskan bahwa pada saat Belanda menjajah, sebagian ulama Aceh tidak langsung terlibat diri dengan membalas serangan dan berperang. 


"Namun, melakukan perlawanan secara tak langsung dengan menulis Hikayat Perang Sabi (Jihad Fisabilillah) untuk membangkitkan semangat perang kafee (kafir) rakyat Aceh," ungkapnya kepada NU Online, Kamis (4/8/2022).


Menurutnya, Teungku Chik Pantee Kulu dalam hikayatnya menjelaskan bahwa kepentingan negara menjadi kepentingan yang harus diutamakan bila dibandingkan dengan kepentingan pribadi dan golongan. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan dalam sya'irnya "Keu Prang Kaphee tan Peuduli" (Kepada Perang Tidak peduli). Syair tersebut dapat dipahami bahwa masyarakat Aceh harus memiliki kepedulian terhadap serta mengutamakan kepentingan negara.
 

Alumni MUDI Mesjid Raya Samalanga itu mengungkapkan, dalam Hikayat Perang Sabil terdapat beberapa bentuk sikap yang menunjukkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Yaitu, perang melawan penjajah Belanda. Belanda adalah penjajah yang merusak sendi-sendi agama dan mengambil hasil bumi yang ada di Aceh. sehingga Belanda adalah musuh dari masyarakat bangsa Aceh. Berjuang untuk memerangi Belanda merupakan kepentingan seluruh masyarakat Aceh. 


Lebih jauh ia menegaskan bahwa dalam diri masyarakat Aceh, jiwa pahlawan tidak dapat diragukan lagi. Hal ini terbukti dengan perjuangan masyarakat Aceh untuk negeri dan bangsa Aceh dari masa penjajahan Belanda, sebelum Indonesia merdeka sampai pada masa kemerdekaan Indonesia.


"Dengan jiwa pahlawan ini, masyarakat Aceh menyatakan perang terhadap Belanda," ulasnya.


Lebih lanjut Tgk Asnawi mengatakan masyarakat Aceh sangat cinta Tanah Air terlebih para ulama dengan dibuktikan dalam perlawanan langsung terhadap penjajah. Spirit mengusir dan melawan penjajah tentu masih relevan dengan zaman sekarang, tapai dalam makna lain, penjajah diartikan dengan kebodohan dan hawa nafsu yang harus dilawan, terutama oleh generasi penerus. 


"Mari kita refresh kembali momentum cinta Tanah Air seperti yang telah ditunjukkan ulama terdahulu sebagaimana termaktub dalam Hikayat Perang Sabil karya Teungku Chik Pantee Kulu dengan kondisi saat ini terlebih jelang HUT Kemerdekaan ke-77 RI, Sudahkah Kita melakukannya?" ujarnya.


Kontributor: Helmi Abu Bakar
Editor: Syamsul Arifin