Pringsewu, NU Online
Ketika posisi duduk tasyahud baik awal maupun akhir, kita diwajibkan membaca dua kalimat syahadat. Pada bacaan kalimat “Asyhadu an la ilaha illallah”, kita selalu mengangkat jari telunjuk. Lalu, bagaimana posisi jari telunjuk dan jari lainnya serta apa makna filosofisnya?. Mustasyar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pringsewu, Lampung KH Sujadi menjelaskan tentang hal tersebut saat Kajian Tafsir Jalalain secara virtual, Rabu (14/7).
Posisi dan cara mengangkat telunjuk saat tasyahud menurut Pengasuh Pesantren Nurul Umah Gemah Ripah Pagelaran ini adalah ketika kita tepat membaca kata ‘illallah’ yang bermakna ‘selain Allah’. Saat telunjuk diangkat, posisi jari jempol ditempelkan dengan kuku jari tengah sehingga membentuk angka ‘0’. Sementara jari manis dan kelingking dikumpulkan di posisi bawah jari tengah, di atas paha sebelah kanan.
Jari menunjuk ini jelasnya, memiliki makna penegasan ke-Esaan Allah SWT dan kita meneguhkan bahwa tiada Tuhan selain Ia. “Saat jari menunjuk membentuk angka satu kita sedang memperbaharui ketauhidan kita dengan ‘menandatangani pakta integritas’ bahwa hanya Allah Tuhan kita,” tegas pria yang karib disapa Abah Sujadi ini.
Selanjutnya, posisi jempol dan jari tengah yang membentuk angka 0 menunjukkan bahwa kita hanyalah seorang makhluk lemah yang tidak ada daya kekuatan apapun di hadapan Allah SWT. Saat itulah kita melakukan kepasrahan pada sang Khaliq, Allah SWT yang berkehendak atas segala yang terjadi dalam kehidupan ini.
“Jari-jemari tangan berkumpul menjadi satu seperti berkumpulnya manusia yang ada di dunia ini, tapi tetap 0 (nol) di hadapan Allah SWT. Kita harus menyadari bahwa Allah lah yang paling berkuasa,” tambahnya.
Makna filosofis dari mengangkat jari ini menurut Abah Sujadi juga adalah mengingatkan kembali janji manusia kepada Allah SWT saat sebelum dilahirkan ke dunia. Perjanjian ini sudah termaktub dalam QS. Al-A’raf : 172 yang artinya: “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Benar (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar pada hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan),”
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan