Qoriatun Nasichoh, Guru Madin yang Mengajar Seharian dan Jadi Ojol saat Akhir Pekan
Selasa, 25 November 2025 | 17:30 WIB
Rembang, NU Online
Setiap pagi, Qoriatun Nasichoh, pemudi asal Desa Kumendung, Rembang, Jawa Tengah, selalu memulai harinya dengan mengajar di MI Al Irsyad Padaran. Usai mengajar di sekolah formal, ia melanjutkan aktivitas dengan les privat pukul 13.00–14.00 WIB, lalu sore harinya mengajar mengaji Al-Qur’an untuk ibu-ibu di sekitar rumah.
“Setelah privat ngaji Al-Qur'an bersama ibu-ibu, lanjut jam tiga sore saya mengajar Madin di An Nuroniyah Kumendung sampai pukul 16.30 WIB. Kebetulan masih di desa saya sendiri,” tuturnya kepada NU Online, Selasa (25/11/2025).
Namun, ada sisi unik dari kesehariannya. Menjelang akhir pekan, Qoriatun beralih profesi menjadi pengemudi ojek online (ojol).
“Kalau sudah weekend biasanya saya gunakan untuk menjadi driver Grab. Bagi saya itu adalah kesenangan dan kebanggaan sendiri. Meskipun banyak yang beranggapan profesi itu didominasi laki-laki, tetapi selama saya mampu dan pekerjaan itu halal, akan saya kerjakan,” ungkapnya.
Baginya, setiap pekerjaan memberikan pengalaman berharga. “Hitung-hitung jalan santai tapi menghasilkan rezeki,” tambahnya.
Ngaji Gembira untuk Santri
Sebagai guru madrasah diniyah, Qoriatun memiliki pendekatan khusus dalam mengajar. Ia menyebut ilmu agama sebagai cahaya yang harus dijaga agar tetap bersinar di diri para santri. Karena itu, ia menerapkan metode ngaji gembira untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
Ia kerap membuat permainan sederhana, seperti menjodohkan potongan ayat pada kartu atau sambung ayat antarkelompok, agar para santri tetap antusias. “Saya juga sering memberikan reward bagi yang bisa menjawab pertanyaan atau mendapat nilai bagus,” ujarnya.
Meski begitu, menjadi guru madin bukan tanpa tantangan. Selain mengajarkan Al-Qur’an dan tajwid, guru juga dituntut untuk sabar dan ikhlas dalam mendidik. Waktu belajar yang terbatas, kemampuan santri yang berbeda-beda, cuaca, hingga fasilitas kelas yang sederhana menjadi tantangan tersendiri.
“Guru tidak hanya mengajarkan bacaan Al-Qur’an, tetapi juga kesabaran dan keikhlasan. Itu tantangannya,” tegasnya.
Investasi Akhirat
Meski penuh keterbatasan, Qoriatun tetap bertahan dengan penuh keikhlasan. Ia memandang kehadiran para santri sebagai energi positif dan ladang ibadah.
“Mengajar adalah amanah dan ibadah. Setiap huruf Al-Qur’an yang saya ajarkan adalah investasi akhirat. Saya percaya bahwa menjadi guru madrasah bukan sekadar pekerjaan, tetapi panggilan hati,” ujarnya.
Ia mengaku menemukan ketenangan hati yang tidak ia dapatkan dari profesi lain. “Ada ketenangan tersendiri ketika mengajarkan ilmu agama kepada anak-anak, seolah setiap harinya saya memperbaiki diri melalui ilmu yang saya sampaikan,” tambahnya.
Selain mengajar, Qoriatun turut membimbing santri melalui berbagai kegiatan inspiratif seperti pawai taaruf Hari Santri Nasional, Pekan Madaris tingkat kecamatan maupun kabupaten, hingga persiapan Porsadin.
“Kegiatan tersebut kami lakukan sebagai program tahunan, agar suasana belajar di madin tidak membosankan,” pungkasnya.