Eko Hadi adalah anggota Banser Kota Madiun yang melakukan napak tilas untuk memperingati Hari Pahlawan dan Hari Santri dengan jalan kaki dari Madiun menuju Banyuwangi
Madiun, NU Online
Setelah dua pekan, perjalanan Eko Hadi Susilo dari Kota Madiun menuju Banyuwangi, akhirnya tuntas. Eko Hadi adalah anggota Banser Kota Madiun yang melakukan napak tilas untuk memperingati Hari Pahlawan dan Hari Santri dengan jalan kaki dari Madiun menuju Banyuwangi.
“Alhamdulillah sudah selesai. Saya sudah pulang, sudah tiba Madiun hari ini (Kamis, 26/11),” ujar Eko Hadi kepada NU Online di kediamannya, Jalan Sarana Mulya RT 5 RW 2, Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, Jawa Timur.
Eko Hadi berangkat dari Masjid Agung Baitul Hakim, Kota Madiun pada Selasa (10/11). Adapun rute yang dilewati adalah Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Bangil, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Kencong, Jember, dan tiba di Banyuwangi tanggal 24 November 2020.
Menurut Eko Hadi, jarak tempuh 400 kilometer antara Kota Madiun dan Banyuwangi dengan durasi waktu dua pekan, memang terhitung 'molor' karena dirinya masih beristirahat di daerah kelahirannya, Desa Wonorejo, Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember, selama dua hari.
“Saya masih sempat istirahat di desa saya, dan sowan ke sejumlah kiai di Kencong,” jelasnya.
Boleh dibilang, Eko Hadi adalah spesial pejalan kaki. Meski umurnya sudah 54 tahun, namun kakinya masih kuat berjalan jauh untuk sebuah misi. Sebelumnya, tepatnya tanggal 7 Mei 2017, Eko Hadi juga berjalan kaki dari Madiun ke Jakarta untuk menemui Anis Baswedan. Lalu apa rahasianya?
“Rahasianya adalah mental. Jadi kalau mental kita sudah siap, kuat, maka kaki juga akan kuat,” urainya.
Untuk menghemat tenaga, Eko Hadi biasa memulai perjalanannya pukul 15.00 hingga pukul 00.00. Lalu istirahat sampai pukul 03.00. Dari pukul 03.00 berjalan lagi hingga pukul 8.00. Kemudian dari pukul 08.00 hingga pukul 15.00, istirahat. Setelah itu, jalan lagi sesuai dengan waktu yang telah dirancang.
“Tempat istirahat saya, ya di MWCNU atau PAC Ansor, itu soal gampang karena saya kan dikawal secara estafet oleh Banser,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa sebelum berangkat, dirinya selalu menata niat: untuk apa dan buat siapa perjalanan itu. Saat niat sudah mantap, mental juga menyusul sehingga siap menghadapi apapun di jalan.
“Kalau mental sudah kuat, niat mantap, maka badan juga sehat,” urainya.
Ia mengaku perjalanan dirinya dari Madiun ke Banyuwangi memang tidak ringan, apalagi dalam kondisi panas matahari yang cukup menyengat seperti saat ini. Tetapi, katanya, hal ini tidak seberapa jika dibandingkan dengan perjuangan para pahlawan untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
“Saya membayangkan, dulu betapa beratnya perjuangan para pahlawan, para kiai, itu taruhannya adalah nyawa,” jelasnya.
Sementara Banyuwangi ia pilih sebagai tujuan akhir napak tilas karena bumi Blambangan itu merupakan daerah atau tempat Ansor didirikan saat Muktamar ke-9 NU tanggal 23 April 1943. Katanya, Banyuwangi memiliki catatan sejarah yang cukup mengesankan terkait dengan pendirian Ansor.
“Jadi saya hanya ingin mengingatkan masyarakat, terutama warga NU bahwa Ansor lahir di Banyuwangi,” urainya.
Pewarta: Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin