Daerah

Serunya Tradisi Polok’an di Pesantren Bani Rancang

Rabu, 24 Oktober 2018 | 05:00 WIB

Probolinggo, NU Online
Peringatan Hari Santri 2018 menjadi wahana peneguhan tradisi santri pondok pesantren yang sudah mulai ditinggalkan. Karena bagi kalangan pesantren, peringatan ini bukan sekadar momentum tahunan yang dirayakan secara seremonial.

Peneguhan tradisi itu pula yang membuat Pondok Pesantren Bani Rancang di Desa Lemah Kembar Kecamatan Sumberasih, Probolinggo, Jawa Timur menggelar Polok'an, Senin (22/10) malam. Polok'an adalah makan bersama nasi masakan santri beralas daun pisang dengan menu penyetan terong sambal pedas dan lauk tempe tahu serta ikan asin. 

Pengasuh Pondok Pesantren Bani Rancang, Kiai Agus Hasan Muttakin Billah mengatakan polok'an sejatinya merupakan tradisi santri sejak zaman kolonial Belanda. Sebelum hari santri ditetapkan setiap tanggal 22 Oktober oleh Presiden Joko Widodo, polok'an dilakukan saat berbuka puasa saat Ramadhan.

"Polok'an ini merupakan tradisi santri terdahulu, begitulah perjuangan mereka untuk bertahan hidup di masa penjajahan. Kita ingin meneguhkan kembali tradisi itu lebih tersistem, salah satunya pada momentum peringatan hari santri ini," kata kiai yang biasa dipanggil Gus Hasan ini.

Dalam polok'an, terang Gus Hasan, ada pesan moral khas pesantren yang ditanamkan kepada santri. Selain nilai-nilai kemandirian dan kegotong-royongan, juga tertanam persamaan status sosial. "Mau anak kiai, anak pejabat, anak petani, ya sama makannya," tuturnya. 

Dalam waktu tidak sampai 5 menit, nasi polok yang dihamparkan memanjang di gedung sekolah milik pesantren, ludes diserbu sekitar 500 santri. Tak hanya santri putra dan putri, jajaran pengurus pesantren tidak kalah sigap menyantap nasi bermenu sederhana itu.

"Alhamdulillah lahap sekali tadi, meskipun menunya seadanya tetapi tidak mengurangi kenikmatan selera makan. Senang bisa makan bersama kiai serta teman-teman sepondok, sungguh momentum yang luar biasa," kata Ika Lailaturrohmah, salah satu santriwati.

Polok'an lebih khidmat setelah sebelumnya didahului dengan upacara penutupan hari santri di halaman pesantren. Dalam seremonial itu, selain pengibaran bendera merah putih, para santri juga berikrar sumpah setia bela Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI. (Syamsul Akbar/Ibnu Nawawi)


Terkait