Daerah

Sholawat Itu Anti Penyakit

Rabu, 5 Oktober 2011 | 02:20 WIB

Semarang, NU Online
Sholawat itu bacaan yang paling anti rusak, anti penyakit. Meski dibaca dengan guyonan, dilagukan dengan aneka nada, sambil berjoget sekalipun, tetap dapat pahala. Bahkan meski dengan pamer, tetap diterima Gusti Allah, dan disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Karena sholawat adalah untuk Kanjeng Nabi.

Berbeda dengan amal yang baku maupun ibadah. Sodaqoh, shalat, puasa, haji maupun zakat, jika tidak ikhlas karena Allah, apalagi dilakukan sambil gojekan, tidak akan diterima. Dan tidak akan mendapat pahala.

<>Demikian isi ceramah Ustad Sutopo asal Banyumas dalam acara Halal bi Halal warga Kelurahan Plamongansari Kecamatan Pedurungan, di Aula Panti Wreda Jateng, Plamongansari, baru-baru ini.

Acara dihadiri Lurah Plamongansari Mukhtar, Sekretaris Camat Pedurungan Nugroho, para ketua RW dan ketua RT beserta ketua PKK-nya, serta sejumlah tokoh masyarakat Plamongansari. Diikuti pula oleh sekelompok mahasiswa IKIP PGRI Semarang yang sedang KKN di kelurahan tersebut.

Dia sampaikan Sutopo yang merupakan mahasiswa KKN dari IKIP PGRI, sholawat juga bersifat universal. Bisa membawa kebaikan bagi siapa saja yang membacanya.

Dia kisahkan, gurunya yang tinggal di Surabaya, seorang habib, pernah didatangi tamu peneliti dari Amerika Serikat. Si tamu minta doa agar selamat di manapun berada.

Karena tahu tamunya bukan muslim, sang habib memberi dia ijazah sholawat. Karena tak mungkin menyuruhnya membaca Al-Qur'an, atau doa menurut Islam.

“Ini saja, baca ‘Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad’ saat menghadapi situasi genting. Ini semacam salam kepada Nabi Muhammad kok. Gampang,” tutur Sutopo mengutip tuturan gurunya kepada si peneliti asing.

Dari Surabaya, dia pergi ke Bali, lantas ke Jakarta lantas pulang. Di tengah perjalanan menuju Amerika, pesawatnya mengalami kerusakan mesin. Semua penumpang dan awak kabin berteriak-teriak panik.

Peneliti itu teringat ijazah habib. Dia lantas mencoba membaca tulisan sholawat. Dasar tidak pernah kenal sebelumnya, yang bisa terucap dari mulutnya hanya  “Muhammad, Muhammad”.

“Pesawat yang ditumpangi itu nahas. Jatuh menabrak gunung. Semua penumpang tewas kecuali peneliti Amerika tersebut. Dia sangat takjub dan lantas kembali ke Surabaya menemui guru saya. Lalu mengucapkan syahadat masuk Islam. Subahallah, mari bersholawat,” ajak Sutopo kepada hadirin. 

Lurah Plamongansari Mukhtar dalam sambutannya menyampaikan, meski halal bi halal baru diadakan setelah bulan Syawal habis, hal itu tidak menjadi masalah. Yang penting semua komponen warga saling memaafkan dan membangun kerukunan. Serta meningkatkan ketaqwaannya.

Redaktur     : Hamzah Sahal

Kontributor : M Ichwan

   


Terkait