Tips Penanganan Pertolongan Pertama Gawat Darurat pada Korban
Ahad, 18 Desember 2022 | 11:30 WIB
Suasana diklat Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD) Kader Kesehatan NU di Madrasah Nurul Huda Desa Banbaruh, Kecamatan Gili Genting, Sumenep, Sabtu (17/12/2022). (Foto: Dok. LKNU Sumenep)
Sumenep, NU Online
Saat seseorang berkunjung ke Instalansi Gawat Darurat (IGD), pasti melihat garis di lantai dengan warnanya berbeda. Arti 4 warna triage yang biasa diketahui adalah merah, kuning, hijau dan hitam.
Merah diperuntukkan bagi pasien gawat dan darurat yang akan mengancam nyawanya. Kuning diperuntukkan bagi pasien tingkat gawat tetapi tidak darurat. Hijau diperuntukkan bagi pasien tidak gawat dan tidak darurat. Hitam diperuntukkan bagi pasien yang datang dalam keadaan meninggal dunia.
Pernyataan ini disampaikan oleh dr H Slamet Riadi Pengurus Cabang (PC) Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) Sumenep saat mengawali materi Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD) di acara Pendidikan dan Latihan (Diklat) Kader Kesehatan NU di Madrasah Nurul Huda Desa Banbaruh, Kecamatan Gili Genting, Sumenep, Sabtu (17/12/2022).
Ia menjelaskan, gawat adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat. Sedangkan darurat adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti gawat.
“Jadi gawat darurat adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan Airway/jalan nafas, Breathing/pernafasan, dan Circulation/sirkulasi (ABC). Jika tidak dapat ditolong maka dapat meninggal atau cacat,” tuturnya.
Secara medis, pertolongan pertama segera yang diberikan kepada orang yang mendapat kecelakaan atau sakit sebelum mendapatkan pertolongan dari tenaga medis. Dengan diberikannya pertolongan secara cepat dan tepat, maka akan meringankan sakit korban, bukan menambah sakit korban.
Ketua LK Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Gapura, Sumenep itu mengatakan, tujuan utama memberikan pertolongan pertama guna mempertahankan penderita tetap hidup atau terhindar dari maut. Selain itu, membuat keadaan penderita tetap stabil, mengurangi rasa nyeri, ketidaknyamanan dan rasa cemas, serta menghindarkan kecacatan yang lebih parah.
“Penolong yang pertama kali tiba di tempat kejadian harus memiliki kemampuan dan terlatih dalam penanganan medis dasar. Penyebab keadaan gawat darurat cukup beragam, seperti akibat kecalakaan lalu lintas, kebakaran, sengatan litrik tegangan tinggi, tenggelam, stress, penyakit infkesik, dan lainnya,” imbaunya.
“Namun sebelum menolong, keamanan diri sendiri, lingkungan, dan penderita wajib dipertimbangkan. Prioritaskan siapa yang harus ditolong lebih dulu,” sambungnya.
Untuk itu, ada beberapa langkah menilai kondisi penderita, yaitu mendengarkan henti jalan nafas dan jantung, mendengarkan dan merasakan pernafasan selama 10 detik, serta melihat dan meraba sirkulasinya selama 5 detik.
“Kasus-kasus yang sering dijumpai di lapangan, seperti pingsan, gigitan ular, sesak nafas, pendarahan, patah tulang, panas, kejang, stroke, dan terkilir,” ujarnya kepada peserta Diklat yang notabene dari pengurus LK MWCNU Kepulauan Gili Genting.
Dokter Slamet memaparkan, pingsan terjadi akibat peredaran darah ke organ otak berkurang. Dapat terjadi akibat emosi yang hebat, berada dalam ruangan yang penuh orang tanpa udara segar yang cukup, letih dan lapar, terlalu banyak mengeluarkan tenaga.
Gejala dan tanda-tanda
Adapun gejala dan tanda-tandanya, antara lain: perasaan limbung, pandangan berkunang-kunang dan telinga berdenging, lemas, keluar keringat dingin, menguap, tidak ada respon, denyut nadi lambat.
“Tindakan yang harus diberikan, yaitu baringkan dengan tungkai ditinggikan, longgarkan pakaian, usahakan penderita menghirup udara segar, periksa cedera lainnya, bila putih usahakan istirahatkan beberapa menit, bila tidak cepat pulih maka periksa nafas dan nadi, posisikan stabil dan bawa ke fasilitas kesehatan terdekat,” pintanya.
Jika seseorang menemukan pasien yang digigit ular, tanda gigitan di kulit terlihat, namun gejala akan muncul setelah 15 menit hingga 2 jam. Yang biasa dilihat tampak memar dan bengkak yang muncul di bagian gigitan. Pasien mual dan muntah, diare, sakit kepala, pandangan kabur, pusing, dada sesak dan sulit bernafas, pingsang, dan kejang.
“Mohon jangan panik, tenang dan segera lakukan pertolongan awal. Kurangi pergerakan dan memasang bidai dari kayu, bambu atau kardus. Hal terpenting, bawa ke rumah sakit atau Pusat Pelayanan Masyarakat (Puskesmas) terdekat,” ungkap pria asal Kecamatan Gapura itu.
Tak sampai di situ, sebenarnya pasien yang sesak nafas ditimbulkan karena adanya gangguan pada saluran pernafasan, baik berupa sumbatan nafas dan penyempitan saluran nafas. Untuk penanganan bagi korban yang sadar, jika terlihat sumbatan akibat benda asing di mulut, maka posisikan kepala korban miring (ke kiri) dan lebih rendah daripada dada.
Sebaliknya, jika tidak ada sumbatan maupun asma, dan keadaan umum tampak baik, tunggu saja dan tenangkan korban, mungkin sesak nafas akibat stress psikis. Bila sesak nafas makin berat, ada sianosis (tampak kebiruan pada bibir dan cuping hidung) dan tidak diketahui sebabnya, segera kirim ke RS.
“Untuk korban yang tidak sadar, baringkan terlentang, longgarkan pakaian, kepala ekstensi dan cari kemungkinan sumbatan benda asing. Jika tidak ada sumbatan dan sesak nafas progresif segera rujuk ke RS,” tutur anggota Perhimpunan Dokter Nahdlatul Ulama (PDNU) Sumenep itu.
Ia mengutarakan, saat berhadapan dengan pasien kejang, penolong tidak boleh mamasukkan apapun ke dalam mulut ketika penderita tidak sadar. Miringkan kepala ke sisi kanan atau kiri, segera pindahkan ke tempat yang aman.
Bagi orang tua, bila anak panas tinggi segera turunkan panas dan patau. Untuk menurunkan panas lakukan kompres hangat dan berikan obat penurun panas. Jangan menunda membawa anak ke unit pelayanan kesehatan.
Menurut dia, saat seseorang dihadapkan dengan sanak famili yang terserang stroke, segera telepon RS. Tunggu ambulans datang menjemput, saat tiba di RS akan dilakukan pengobatan. Namun, jika kurang dari 4,5 jam, segera ke RS. Semakin cepat mendapat pengobatan, penderita dapat tertolong dan mengurangi resiko kematian atau kecacatan permanen.
Bagi santri yang biasa berolahraga, tak lepas dari kasus terkilir. Langkah penangannya adalah rest, mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera. Tujuannya untuk mencegah cedera lebih lanjut dan membantu proses penyembuhan.
Selanjutnya, Compression, memberikan penekanan pada jaringan yang mengalami cidera. Ice, memberikan efek dingin untuk membantu menurunkan suhu di sekitar jaringan yang mengalami cidera. Elevasi, meninggikan bagian yang mengalami cidera melebihi ketinggian jantung sehingga dapat membantu mendorong cairan keluar dari daerah pembengkakan.
“Untuk penanganan berdarah, gunakan sarung tangan plastik, bebat tekan, dan perban harus streril. Berbeda dengan kasus patah tulang terbuka ataupun tertutup. Tanda-tandanya spalk/bidai. Sedangkan kasus ringan panas. Mudah sekali penangannya, kompres, minum sebanyak mungkin, minum obat penurun panas,” tandasnya.
Kontributor: Firdausi
Editor: Musthofa Asrori