Bengkulu Utara, NU Online
Jika kita mempelajari NU lebih dalam, kita akan menemukan dua wajah NU. Pertama, wajah jamiah, yaitu NU sebagai organisasi formal struktural yang mengikuti mekanisme organisasi modern, seperti memiliki pengurus, pengesahan pengurus, pemilihan pengurus, anggota, rapat-rapat resmi, keputusan-keputusan resmi, dan lain sebagainya.
Kedua, wajah jamaah, yaitu kelompok ideologis kultural yang mempunyai pandangan, wawasan keagamaan, dan budaya ala NU. Mereka tersebar dalam berbagai kelompok kegiatan, seperti jamaah Yasinan, Tahlilan, wali murid madrasah NU, jamaah mushala, dan sebagainya.
Kiai Wahid Santoso, Ketua MWCNU Pinang Raya, Bengkulu Utara, Bengkulu, Jumat (25/7) menjelaskan hal itu kepada NU Online di sela-sela jamuan bakda rutunitas Yasin Tahlil.
Kiai muda Pengasuh Pesantren Sabilul Huda Desa Bukit Makmur itu menambahkan, anehnya, mereka yang disebut wajah jamaah tidak mudah diatur sebagai jamiyah.
"Sebenarnya sebagian besar bahkan keseluruhan tidak memiliki Kartanu, namun mereka juga tidak mau disebut bukan NU," tandasnya dibarengi gelak tawa.
Mereka yang berada di arus bawah, lanjut dia, sebenarnya justru pendukung massal bagi gagasan, sikap, langkah amaliah organisasi dan sebagainya, meskipun keberadaan mereka belum tentu terdaftar sebagai warga jamiah NU.
"Jamaah inilah yang kemudian menjadi barisan terdepan untuk menghidupkan tradisi-trasisi ala NU, menjadi penjaga garis depan atas kemurnian ajaran Ahlussunah wal Jamaah," imbuhnya.
Khususnya di lingkungan Kecamatan Pinang Raya, kata Kiai Wahid, jamaah NU masih dikatakan kuat dalam membentengi corak Islam wasathiyah.
"Dibuktikan dengan laitul ijtima setiap malam Jumat masih senantiasa dilakukan. Bahkan tataran RT di Kecamatan Pinang Raya, hampir setiap RT ada jamaah Yasin Tahlil baik bapak-bapak maupun ibu-ibu. Diharapkan kedepannya mereka mampu membesarkan jamiah Nadlatul Ulama," tandas Kiai Wahid. (Mangun Kuncoro/Kendi Setiawan)