Wakil Ketua NU Sumenep Beberkan Model Pemikiran Islam Nusantara
Selasa, 17 Januari 2023 | 09:00 WIB
Wakil Ketua PCNU Sumenep, Ach Zubairi saat mengisi materi di acara Latihan Kader Muda (Lakmud) PAC IPNU-IPPNU Pragaan, Sumenep, Senin (16/1/2023). (Foto: NU Online/Firdausi)
Sumenep, NU Online
Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep, Ach Zubairi Karim mengatakan, budaya itu partikuler yang berkaitan dengan waktu dan zaman. Saat Islam diterima oleh masyarakat Jawa maka coraknya mengakui budaya Jawa sebagai bagian dari Nusantara dan termasuk Islam Nusantara.
"Ada beberapa orang yang memasukkan budaya pakaian maka menjadi bagian dari agama. Jenggot itu sunnah. Sama dengan berbusana ala Nusantara, seperti batik, kebaya, songkok nasional, dan lainnya. Jangan katakan tidak Islami," ungkapnya saat mengisi materi di acara Latihan Kader Muda (Lakmud) yang dihelat oleh Pimpinan Anak Cabang (PAC) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPNU-IPPNU) Pragaan, Sumenep, Senin (16/1/2023).
Hal terpenting, kata dia, busana itu menutupi aurat. Fiqih telah mengatur batasan aurat laki-laki dan perempuan. Seorang kiai pun tak harus memakai jubah setiap waktu. Semua tergantung pada situasi dan kondisinya. Oleh karenanya pandangan NU ada di tengah-tengah. Dalam arti, Islam Nusantara yang digelorakan pada hakikatnya untuk membendung gerakan transnasional.
Sama halnya dengan Maulid Nabi. Sebagaimana dalam kitab At-Tanbihat Al-Wajibat karangan Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari, rentetan Maulid Nabi tidak lepas dari 5 hal yaitu
1. Berpuasa
2. Membaca Al-Qur'an
3. Mengisahkan perjalanan Nabi dari kecil hingga tiada
4. Membaca Shalawat Nabi
5.Bersedekah.
Menurut Zubairi, tak ada satupun yang melenceng dari agama.
"Mereka yang menolak, tidak menggunakan ijma' dan qiyas. Padahal banyak ayat-ayat Zhanni yang ditafsiri oleh Imam mazhab. Tak heran 4 imam mazhab terdapat perbedaan. Misalnya, ada yang membatalkan dan tidak membatalkan wudhu seseorang saat menyentuh kulit perempuan secara tidak sengaja," paparnya.
Berbeda dengan ayat qath'i yang tidak boleh diubah, lanjutnya, karena berkaitan dengan rukun Iman dan Islam, seperti jumlah rakaat shalat maghrib yang tidak boleh ditambah dan dikurangi. Kemudian ia menarik hipotesa bahwa yang disebut bidah tidak ada dalilnya.
Ia memberikan contoh lagi, di masa Nabi seorang muazin mengumandangkan azan di tempat yang tinggi. Di zaman kekinian, muazin ada di bawah, sedangkan suaranya terdengar nyaring di-loudspeaker yang berada di atas menara. Zubairi meminta pada peserta untuk melihat substansinya. Karena suluruh peristiwa baru di abad kontemporer ini mengedepankan wal akhdzu bil jadidil ashlah.
"Jangan alergi kepada hal-hal baru yang lebih baik. Karena di masa kini banyak menggunakan alat-alat teknologi," pintanya pada kegiatan yang berlangsung di Aula Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Pragaan, Sumenep.
Baca Juga
Maksud Istilah Islam Nusantara
Dirinya menerangkan, mazhab bagian dari manhajul fikr Ahlussunnah wal Jamaah atau dikenal gaya dan paradigma berpikir, sehingga bisa dipakai di semua bidang. Karakteristik ini pada dasarnya memadukan antara teks dan akal. Dari sinilah ulama-ulama NU bermusyawarah menyikapi berbagai problem dengan pendekatan hukum.
"Di masa Nabi tidak ada bank. Nabi juga meminta pada sahabat untuk mengajari anaknya memanah dan berkuda. Bahkan nabi megeluarkan zakat menggunakan gandum, roti dan kurma sebagai makanan pokok. Di Madura, zakat fitrah menggunakan jagung. Ini hasil berpikir menggunakan akal secara kolektif. Sedangkan qiyas merupakan pandangan satu perorangan," terangnya.
Alumnus Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk ini mengimbau agar tidak terpengaruh pada pertanyaan menjebak, seperti seseorang diminta memilih antara Islam dan Pancasila. Baginya, pertanyaan itu tidak sebanding, karena Islam adalah agama, Pancasila adalah ideologi negara.
"Tidak ada satu pun sila bertentangan dengan Al-Qur'an. Sebagaimana dalam fiqih KH Afifuddin Muhajir, selama budaya tidak bertentangan dengan Islam dan berkesesuaian dengan Islam maka menjadi syariat dengan sendirinya," pungkasnya.
Kontributor: Firdausi
Editor: Kendi Setiawan