Fragmen

Kiprah 24 Tahun ISNU dalam Merangkul Sarjana dan Kaum Intelektual

Ahad, 19 November 2023 | 15:00 WIB

Kiprah 24 Tahun ISNU dalam Merangkul Sarjana dan Kaum Intelektual

Logo ISNU.

Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) hari ini genap berusia 24 tahun. Tepat pada hari Jumat tanggal 19 November 1999 M/ 11 Rajab 1420 H ISNU dideklarasikan di Surabaya. Akan tetapi, ISNU baru berhasil dibentuk dan dilembagakan tahun 2012, setelah disahkan di Muktamar ke-32 NU di Makassar 2010 silam. Artinya, secara kelembagaan usia ISNU saat ini yakni 11 tahun. 


Menurut AD/ART Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasil Muktamar Ke-34 NU Tahun 2021, ISNU adalah badan otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama pada kelompok sarjana dan kaum intelektual. Sebelumnya, sebagaimana termaktub dalam NUPedia, ISNU bernama Forum Silaturahmi Sarjana NU (FOSSNU) yang dirintis dari Jawa Timur sejak tahun 1996. 


Dalam kutipan deklarasi ISNU pada tahun 1999, dijelaskan bahwa berdirinya ISNU dilatarbelakangi oleh banyaknya kelompok terpelajar di lingkungan NU yang belum teroganisasi dengan baik. Kaum terpelajar NU terkesan lepas dari akar rumput dan para ulama. Padahal, tercapainya kemaslahatan bersama dibutuhkan kolaborasi antara para ulama, kaum terpelajar profesional, dan pemerintah. NU membutuhkan pemikiran dari kaum terpelajar;terdidik untuk meningkatkan kemaslahatan umat (Fadeli dan Subhan, Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliah-Uswah, Surabaya: Khalista dan LTN NU Jawa Timur, 2010. h.61).


Para Ulama dalam Muktamar NU ke-29 di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, kemudian memberikan amanah kepada PBNU untuk mengorganisasi para sarjana di lingkungan NU dengan tujuan agar para sarjana NU tidak tercerabut dari akar kulturnya dan mampu menyumbangkan pemikiran serta manfaat lainnya bagi jam’iyah atau jama’ah NU. 


ISNU merupakan satu-satunya organisasi ilmuwan NU. Kemunculannya sebagai bentuk implementasi dari pasal 11 AD NU serta pasa 17 dan 18 ART NU hasil Muktamar NU di Cipasung pada 1994. 


Deklarator ISNU berjumlah 35 orang yang merupakan para akademisi dari berbagai wilayah di Indonesia. Ketua Umum PP ISNU periode pertama adalah Prof dr H Aboe Amar Joesoef yang sebelumnya adalah Ketua FOSSNU Jawa Timur (Fadeli dan Subhan, Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliah-Uswah, Surabaya: Khalista dan LTN NU Jawa Timur, 2010. h.64)


Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) ISNU saat ini adalah Prof H Ali Masykur Musa atau yang akrab dengan sapaan Cak Ali. Cak Ali sebelumnya sudah pernah menjabat sebagai ketua ISNU, lalu kembali terpilih pada Kongres ISNU II di Bandung pada tahun 2018 karena dianggap memiliki kualitas dan elektabilitas tinggi. 


Di usianya yang masih muda, ISNU terus melakukan pengembangan dan gerakan untuk umat. Menurut hasil wawancara dengan Cak Ali, ISNU sejauh ini sudah dan akan terus melakukan 3 hal, yakni konsolidasi struktural, konsolidasi jaringan, dan konsolidasi program. Hal ini sebagaimana dilansir NU Online.


Beberapa konsolidasi program yang sudah pernah dilakukan ISNU di antaranya adalah: pertama, capacity building di bidang sumber daya manusia. Programnya yakni berbentuk pelatihan kewirausahaan, leadership, manajerial, dll. Kedua, konsolidasi program di bidang intelektualitas dengan menjembatani warga NU yang ingin mendapatkan beasiswa S2 dan S3. Ketiga, advokasi undang-undang, yakni mengadvokasi undang-undang yang ada seperti UU Minerba, Wakaf, dan lainnya. Keempat, bidang ekonomi. ISNU menghadirkan program-program pemberdayaan ekonomi seperti rintisan di bidang micro finance, memperkuat jaringan, mencarikan modal dengan bunga rendah, dan lainnya. 


Menurut Cak Ali, Kehadiran ISNU sejauh ini merangkul para sarjana NU yang secara struktural tidak masuk di NU. ISNU juga memiliki program-program untuk bisa merangkul sarjana NU yang tidak terserap menjadi pengurus NU. 


Saat ini terdapat ratusan guru besar yang masuk di kepengurusan ISNU dari tingkat pusat hingga daerah, dan mendekati 3.000 jumlah doktornya, serta yang S1 dan S2 tak terbilang jumlahnya. Selain itu, NU juga memiliki sekitar 1400-an profesor. 


Menurut Cak Ali, kondisi ini membuat NU bukan lagi organisasi tradisional dengan stigma terbelakang, namun organisasi intelektual. Dengan sumber daya manusia yang ada, ISNU memiliki tanggung jawab besar untuk mengembangkan NU. ISNU sebagai organisasi yang didirikan berbasis intelektualitas, profesionalitas, dan keahlian tertentu diharapkan dapat membangun kehidupan NU, bangsa, dan negara Indonesia.