Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengakui bahwa PMII merupakan sumber intelektual NU. (Foto: NU Online/Suwitno).
Aru Lego Triono
Penulis
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengakui Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menjadi sumber bahan baku intelektual bagi NU. Karenanya, PMII menjadi bagian terpenting dari kebutuhan mendasar NU yakni kapasitas intelektual.
Gus Yahya menyebutkan, NU memiliki tiga kebutuhan mendasar yang harus dilakukan untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ada di depan, sekaligus menyongsong satu abad usia NU.
Kebutuhan pertama adalah kapasitas teknokratik. Gus Yahya mengaku saat ini, NU membutuhkan peran dari orang-orang yang memahami teknokrasi. Sebab mereka akan diminta untuk mengurusi hal-hal yang bersifat birokratis, lantaran NU di bawah kepemimpinan Gus Yahya akan beroperasi seperti pemerintahan.
Lalu kebutuhan mendasar bagi NU yang kedua adalah kewiraswastaan di bidang ekonomi dan sosial. Gus Yahya menyebut, NU tidak hanya entrepreneurship tetapi juga socio-preneurship. Sebab ada wilayah-wilayah kerja yang sangat dinamis dan hanya dilakukan oleh aktor yang memiliki kapasitas kewiraswastaan.
Dari dua hal tersebut, NU kemudian harus memiliki kapasitas intelektual. Inilah yang menjadi kebutuhan mendasar yang ketiga bagi NU. Gus Yahya menyebut, pendidikan kader berjenjang yang sedang dijalankan PBNU merupakan bagian dari menyiapkan bahan baku intelektual.
“Harus ada bahan baku sumber daya manusia (SDM) intelektual. Kita harus punya (kapasitas intelektual) karena itu fondasinya. Di situ, saya tidak punya pilihan. Saya harus menengok PMII,” ungkap Gus Yahya saat menerima kunjungan Pengurus Besar (PB) Ikatan Keluarga Alumni (IKA) PMII di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Senin (22/8/2022).
Gus Yahya mempercayai PMII sebagai sumber bahan baku intelektual karena selama ini organisasi kemahasiswaan yang berlandaskan ideologi Islam Ahlussunnah wal Jamaah itu telah menjadi media komunal bagi mahasiswa berlatar belakang NU.
“PMII sudah punya ekosistem sendiri. Mulai dari jaringan nasional, organisasinya, sampai kepada alumni-alumni ini. Tidak mungkin saya membentuk organisasi baru untuk mahasiswa NU, sudah tidak ada waktu dan tidak ada momentum. Memang harus PMII,” ungkap Gus Yahya.
Baca Juga
Sejarah Lahirnya PMII
Ia menambahkan bahwa secara skala dan struktur, PMII hingga saat ini tidak tergantikan untuk NU. Namun, Gus Yahya berterus terang, bahwa secara kapasitas PMII sudah gagal. Sebab PMII yang seharusnya menjadi agen intelektual menjadi tidak ada gaungnya ketika ditempatkan di dalam arena pergulatan masyarakat yang luas.
“PMII ini kalau bertarung di tempat yang agak jauh dari NU itu tidak pernah menang. Karena sebagian besar anak-anak PMII ini sarjana agama. Ini bisa dipahami secata kesejarahan kenapa bisa begini. Kita ini (orang NU) memang telat sekolah,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua PB IKA PMII Akhmad Muqowam merasa bahagia karena mendapatkan kepercayaan, apresiasi, dan sekaligus kritik dari Gus Yahya. Ia lantas memastikan bahwa IKA PMII akan ikut masuk di dalam arus besar atau ekosistem besar NU.
“Syukur-syukur masuk pada manajemen administrasi, koherensi organisasi. Kalau kapasitas intelektual memang menjadi ruang kita, saya yakin sahabat saya punya kedalaman, kapasitas, punya ilmu, pengalaman. Saya kira, kita bisa terikat dalam satu arus besar yang ada di PBNU ini,” ungkap Muqowam.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Syakir NF
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua