Kedua kiai itu, menurut Habib Syarif, jarang bertemu, tapi mereka saling mengetahui bahwa KH Wahid sering berpuasa. Begitupun sebaliknya. Saat bertamu ke rumahnya, Mama Cibaduyut berbuka puasa demi menghormati Kiai Wahid. Begitu juga sebaliknya.
“Tujuh tahun sebelum wafatnya, Kiai Wahid Hasyim tidak berhenti puasa,” ungkap Habib Syarif yang pernah jadi Ketua PWNU Jawa Barat pada masa KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi Ketua Umum PBNU.
Apa yang diungkapkan Habib Syarif senada dengan apa yang diungkapkan putra KH Wahid Hasyim, KH Salahuddin Wahid, yang dimuat edisi khusus KH Wahid Hasyim di majalah Tempo 24 April 2011.
Tujuh tahun menjelang wafatnya, berarti KH Wahid Hasyim melakukan itu sejak tahun 1946 hingga 1953. Kebiasaan itu berarti pula dimulai setahun sebelum wafat ayahandanya, Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Kiai Wahid wafat di Cimindi, Bandung, pada sebuah perjalanan Jakarta-Sumedang, untuk urusan NU. Jika merujuk buku Nakhoda Nahdliyin, Biografi, Rais Aam Syuriyah dan Ketua Umum Tanfidziyah PBNU sejak 1926 hingga sekarang, berarti baru setahun ia menjadi Ketua Umum PBNU, menggantikan KH Nachrowi Thohir.
Sebagaimana dikemukakan Habib Utsman dan Gus Solah, KH Wahid Hasyim berpuasa tanpa putus, kecuali pada hari-hari yang memang diharamkan secara syariat seperti hari raya dan hari tasyrik. Meskipun lupa sahur, KH Wahid Hasyim tetap berpuasa dan tidak tampak kelihatan lesu.
Ada cerita lain terkait puasa Kiai Wahid yang dikemukan salah seorang putrinya, yaitu Lily Wahid. Cerita tersebut, sebagaimana dikemukakan Tempo, didapatkan Lily dari ibunya, Nyai Solehah.
Suatu ketika, selagi Kiai Ahid berpuasa, ia dan istrinya bertamu ke rumah seorang menteri. Wahid tak menolak ajakan sahibul bait makan bersama. Sambil berbicara Wahid tampak mengunyah. Padahal makanannya sudah dipindahkan ke piring istrinya ketika tuan rumah lengah.
Di bagian lain liputan Tempo itu menceritakan pengakuan seorang abdi dalem selama 32 tahun di kediaman Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, yiatu KH Imam Tauhid. Menurut Imam. Kiai Wahid telah melatih dirinya berpuasa sejak masih remaja, yaitu 12 tahun.
“Makan hanya sayuran, tempe tahu jarang, ikan sama sekali tidak pernah. Tiap malam ia selalu melakukan tahajud,” katanya.
Menurut KH Salahuddin Wahid, dari seringnya berpuasa tersebut, membentuk ayahnya menjadi seorang yang memiliki karakter yang disiplin, penuh keramahan, dan kesabaran, dan berlaku adil.
Gus Solah menceritakan, Kiai Wahid pernah menegur istrinya, Nyai Solehah karena menolak memberi tumpangan kepada seorang anggota konstituante yang menyudutkannya dalam persidangan.
“Urusan pekerjaan dan pribadi tak bisa dicampur aduk. Itu lain urusannya,” ungkap Gus Solah menirukan ungkapan ayahnya kepada ibunya.