Fragmen

Jemaah Haji Era 60-an dalam Karya KH Bisri Mustofa

Selasa, 9 Juli 2019 | 05:15 WIB

Jemaah Haji Era 60-an dalam Karya KH Bisri Mustofa

Haji tempo dulu (ist)

Kenapa KH Bisri Musthofa Rembang dikenal dan populer di kalangan orang-orang desa? Karena selain menulis kitab tafsir Al-Qur'an berbahasa jawa,Tafsir al-Ibris, Kiai Bisri juga menulis karya-karya ringan, mirip buku saku tetapi dibutuhkan masyarakat umum. Salah satunya adalah Tuntunan Ringkas Manasik Haji.

Dalam karya tentang manasik haji itu, selain menjelaskan tentang manasik haji dan umroh, ziarah Nabi Muhammad, tata cara shalat jama', dan tempat-tempat bersejarah, Mbah Bisri juga menjelaskan tentang hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh calon jamaah haji sebelum berangkat dan setelah sampai di tanah haram.

Pada mulanya beliau menjelaskan pentingnya menata niat. Ibadah haji diniati menunaikan rukun Islam yang kelima dan berniat sowan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW di Madinah. 

Selain menata niat, Kiai Bisri juga mewanti-wanti, supaya orang yang mau haji tanggungan-tanggungannya diberesi. Penulis pernah dapat cerita dari Ibu, dulu saat almarhum ayah mau berangkat haji, burung-burung yang dipeliharanya dilepaskan, karena khawatir pas ditinggal haji, tidak ada yang memberi makan.


Kitab Manasik Haji karya KH Bisri Mustofa Rembang

Kiai Bisri juga mengatakan, nafkah bagi anak-anak yang di rumah juga harus dipersiapkan. Beliau juga mengajurkan, calon jamaah haji berpamitan kepada para sesepuh dan meminta doa agar hajinya mabrur, dan sehat (wilujeng) tanpa halangan apapun.

Pamitan calon jamaah haji ini masih lestari diadakan di daerah-daerah termasuk di daerah asal penulis. Pas momen silaturahim Idul Fitri, calon jamaah haji pamit dan minta doa kepada kiainya, kakek, dan neneknya, saudara-saudaranya. Lalu, biasanya calon jamaah haji menggelar pengajian dalam rangka pamitan haji dengan mengundang tetangga dan saudaranya.

Barang bawaan calon jemaah haji, kata Kiai Bisri, dalam kitabnya yang ditulis tahun 1962 ini, ibadah haji itu berat (rekoso) tapi karena cinta jadi tak terasa. Kerena berat itu, Kiai Bisri menganjurkan jangan terlalu banyak membawa barang bawaan dan yang ringan, supaya koper dan keranjang (tas tenteng) bisa dibawa sendiri. 

"Obat-obatan juga tak perlu membawa terlalu banyak. Mulai dari kapal sampai Saudi kita dibarengi tim kesehatan," lanjut Kiai Bisri. Kiai Bisri juga mewanti-wanti, jangan sampai lupa menulis nama di koper yang dibawa. 

Beliau juga mengarahkan, tas keranjang yang besar dibuat untuk membawa perabot makan seperti piring seng, gelas seng, sendok, ceret (teko), tempat air dan lain-lain. Sedangkan untuk tas keranjang yang kecil sebagai tempat makanan kering seperti sambel dan obat-obatan.

Sambel, menurut beberapa orang yang haji, memang menjadi bawaan yang untuk beberapa orang bisa dikatakan wajib. Orang-orang desa dan atau  santri, apa pun makanannya biasanya yang penting ada sambelnya. Penulis yang tahun kemarin baru haji, dalam pelayanan makanan, selain lauk yang berupa daging ayam dan daging ikan, juga diberi buah-buahan, minuman mineral, roti, dan mi instan kemasan gelas. 

Namun memang belum diberikan sambal, paling hanya saos. Mi instan kemasan gelasnya juga berbeda racikan bumbunya dengan di Indonesia. Jadi, jika anda mau haji tahun ini, jangan lupa bawa sambel dan mie instan dan hati-hati jika anda bawa tembakau yang bungkus kertas. 

Di halaman akhir, Kiai Bisri menuliskan secara khusus tentang detail apa yang perlu dibawa seperti mushaf Al-Qur'an untuk dibaca pas waktu senggang, buku manasik haji sebagai pengingat biar tidak keliru, kacamata hitam, tremos es untuk tempat es selain untuk diminum juga bisa untuk kompresan saat terkena panas.

Di dalam kapal menuju Tanah Haram setelah paspor dan tiket sudah di tangan, kata Kiai Bisri, baru naik ke kapal. Di dalam kapal ini harus hati-hati dalam bertindak dan penting untuk musyawarah.

"Di dalam kapal ini banyak cobaan. Kadang perkara kecil bisa jadi pemicu cekcok penuh amarah. Anda harus banyak-banyak minta kepada Allah agar sehat (wilujeng) dan hasil maksud," lanjut Kiai Bisri.

Begitulah kira-kira suasana persiapan jamaah haji era di mana kitab ini ditulis tahun 1962. Kitab setebal 67 halaman ini sampai sekarang masih beredar di pasaran dengan harga terjangkau, kisaran Rp6000 sampai Rp7000.

Selain penjelasan manasik haji dengan bahasa Jawa dan ditulis dengan huruf pegon, kitab ini juga memuat beberapa gambar seperti koper, masjid-masjid di tanah haram di masa silam.


Zaim Ahya, santri, kontributor NU Online tinggal di Batang, pemilik takselesai.com