Sejak Kapan Munas Alim Ulama dan Konbes NU Diselenggarakan?
Kamis, 6 Februari 2025 | 06:03 WIB
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar kegiatan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) mulai Rabu 5 Februari 2025.
Berdasarkan Anggaran Rumah Tangga (ART) NU Hasil Muktamar ke-34 pada Pasal 75 dan 76, disebutkan bahwa Munas Alim Ulama dan Konbes NU merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar yang dipimpin dan diselenggarakan oleh PBNU.
Bila merujuk pada ART NU tersebut, Munas dan Konbes NU itu adalah dua kegiatan yang berbeda dan terpisah. Meskipun, terdapat sejumlah kesamaan, semisal diselenggarakan oleh Pengurus Besar dan dihadiri oleh Pengurus Wilayah saja.
Menjadi sebuah kebetulan, Munas dan Konbes tahun 2025 ini digelar di bulan Sya'ban. Jauh sebelum dikenal istilah Munas dan Konbes, pertemuan semacam ini sudah dirintis oleh para pendahulu NU pada era awal kemerdekaan Indonesia.
Pada ART PBNU hasil Muktamar ke-XIX tahun 1952 di Palembang misalnya. Pada ART tersebut Tentang Bagian Sjuriah Pasal 11 ayat 5 disebutkan:
"Sekurang-kurangnja satu tahun sekali sebaiknja dalam bulan Sja'ban mengadakan konperensi (permusjawaratan) ulama, jaitu dengan memanggil ulama-ulama jang masuk mendjadi anggauta NU untuk:
a. menguatkan tali perikatan ulama, sebagai jang dimaksud dalam pasal 7 ajat 1 b ;
b. membahas (merunding) masalah-masalah dinijah ;
c. djikalau terdjadi dalam bulan Sja’ban, maka merundingkan djuga awal Ramadlan dan hari Raya 'Idulfitri.
Pada perkembangannya, di ART hasil Muktamar ke-XXI tahun 1956, terdapat perubahan pada bagian Tentang Syuriyah tersebut yang terdapat pada Pasal 14 ayat 3, yakni terkait teknis pelaksanaan, yang bisa diselenggarakan langsung oleh Syuriyah atau dilaksanakan Tanfidziyah.
Kemudian, selain tiga hal yang sudah ada, juga ditambah bahwa konferensi ulama tersebut untuk merundingkan cara-cara menimbulkan syiar Islam pada hari-hari besar Islam, seperti hari Maulid Nabi, Rajab, dan sebagainya. Begitu pula cara menggembirakan umat dalam menyambut hari besar tersebut.
Terkait waktu pelaksanaan minimal setahun sekali, tentu dapat dipahami, mengingat periode Muktamar PBNU pada masa itu, juga dilaksanakan setiap dua sampai tiga tahun sekali. Berbeda dengan periode Muktamar masa kini, yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
Maka, di masa kini konferensi ulama, yang di kemudian hari berganti nama menjadi Munas Alim Ulama dihelat sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa jabatan PBNU.
Munas/Konferensi dari Masa ke Masa
Lalu, mulai kapan PBNU menyelenggarakan konferensi ulama untuk pertama kalinya?
Dalam catatan sejarah, bila menggunakan istilah konferensi ulama, pada tahun 1954 pernah diselenggarakan kegiatan Konferensi Ulama di Cipanas yang membahas pemberian gelar waliyul amri dharuri bisysyaukah kepada Presiden Soekarno.
Namun, meski diinisiasi tokoh NU yang saat itu menjabat sebagai Menteri Agama, KH Masykur, Konferensi Ulama tahun 1954, bukan menjadi agenda resmi dari PBNU, melainkan Kemenag.
Pada pertemuan tersebut, selain dari NU, juga turut hadir sejumlah organisasi Islam lainnya. Ini berarti, Konferensi Ulama tahun 1954 bukanlah Konferensi Ulama pertama yang diselenggarakan oleh NU.
Ahmad Zahro pada buku Tradisi Intelektual NU; Lajnah Bahtsul Masail 1926-1999 (LKiS, 2004) merinci secara periodik sejumlah penyelenggaraan permusyawaratan yang diselenggarakan PBNU, termasuk Munas dan Konbes NU.
Tercatat, Konferensi Besar PB Syuriyah diselenggarakan pertama kali pada 19 Maret 1957 di Surabaya. Masalah yang dibahas kala itu di antaranya soal hukum bunga koperasi, kemudian hukum perempuan menjadi DPR, dan lain sebagainya.
Setelah beberapa tahun sempat kosong, Konbes PB Syuriah kembali terselenggara, yakni pada 18-22 April 1960 dan 11-13 Oktober 1961. Keduanya diselenggarakan di Jakarta.
Pada perkembangannya, selain terdapat istilah Konferensi Besar (Konbes) juga muncul istilah Musyawarah Alim Ulama, yang tercantum pada ART NU hasil Muktamar ke-26 di Semarang pada tahun 1979. Pada Pasal 11 ayat 7 ART NU yang mengatur tentang tugas syuriyah tertulis:
"Menyelenggarakan Musyawarah Alim Ulama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sekali pada tingkat nasional dan 1 (satu) tahun sekali pada tingkat Wilayah dan Cabang. Dalam musyawarah tersebut diundang juga tokoh-tokoh Ulama Ahlussunnah wal Jamaah di luar Pengurus Jam’iyah."
Musyawarah Alim Ulama tingkat nasional atau yang kemudian disebut sebagai Munas Alim Ulama terselenggara pertama kali pada 30 Agustus – 2 September 1981 di Kaliurang, Yogyakarta.
Keputusan penting yang dihasilkan dari Munas tersebut adalah mengukuhkan KH Ali Maksum sebagai Rais Aam PBNU menggantikan KH Bisri Syansuri yang wafat pada tahun 1980.
Setelah itu, Munas Alim Ulama diselenggarakan di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, pada 13-16 Rabiul Awal 1404 H / 18-21 Desember 1983 M.
Mitsuo Nakamura menulis dalam buku Krisis Kepemimpinan NU dan Pencarian Identitas Awal 80-an: Dari Muktamar Semarang 1979 hingga Muktamar Situbondo 1984 dalam Tradisionalisme Radikal Persinggungan Nahdlatul Ulama (LKiS, 1997), Munas tersebut menghasilkan di antaranya tiga keputusan penting, yakni pemulihan khittah NU 1926, deklarasi hubungan Pancasila dan Islam, serta rekomendasi larangan perangkapan jabatan pengurus NU dengan jabatan pengurus organisasi politik.
Setelah Munas 1983, pada penyelenggaraan berikutnya hingga tahun 2025 ini, Munas Alim Ulama dihelat bersamaan dengan Konbes NU. Secara urut yakni dimulai pada tahun 1987 (bertempat di Pondok Pesantren Ihya Ulumuddin Kesugihan, Cilacap, Jawa Tengah), tahun 1992 (Bandar Lampung), dan tahun 1997 (Pondok Pesantren Qomarul Huda, Bagu, Pringgarata, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat).
Kemudian pada tahun 2002 (Asrama Haji Pondok Gede, DKI Jakarta), tahun 2006 (Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur), tahun 2012 (Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat), tahun 2017 (Lombok, Nusa Tenggara Barat, tahun 2019 (Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Citangkolo, Banjar, Jawa Barat).
Kemudian setelah sempat tertunda karena pandemi Covid-19, Munas dan Konbes dihelat setiap setahun sekali, yakni pada tahun 2021 (Jakarta), tahun 2022 (Jakarta), tahun 2023 (Pesantren Al-Hamid, Jakarta), tahun 2024 (Yogyakarta), dan tahun 2025 (Jakarta).
Layaknya sejarah yang berulang, pelaksanaan Munas dan Konbes ini menjadi forum yang dinanti oleh banyak kalangan. Meski levelnya masih di bawah Muktamar, tentu keputusan yang dihasilkan dari forum ini juga tidak kalah pentingnya. Semoga memberikan kemaslahatan.
Ajie Najmuddin, Nahdliyin tinggal di Solo, peminat sejarah Nahdlatul Ulama