a. Mengadakan perhubungan di antara ulama-ulama jang bermazhab tersebut dalam Pasal 2.
Jika kita perhatikan di bagian F, NU menyatakan akan memajukan urusan pertanian, perniagaan, dan mengupayakan (perusahaan) yang tiada dilarang oleh agama Islam. Secara tersurat dalam bagian tersebut tidak menyatakan kesehatan. Tentu saja organisasi baru yang didirikan kalangan pesantren belum memikirkan serta menccantumkan bidang tersebut di statutennya di masa penjajahan. Fokus utama gerakannya masa itu adalah bagaimana membela agar kalangan Islam bermazhab tetap berlangsung sebagaimana dinyatakan dalam fasal 2. Tidak hanya di Hindia Belanda (Indonesia), tapi di dunia Islam. Karena hal itulah, di antara sebab NU lahir. Untuk upaya itu, NU mengirimkan utusan untuk menyampaikan surat permohonan kebebasan bermazhab kepada Raja Ibnu Saud di Arab Saudi.
Meski demikian, di dalam fasal 3 tiga bagian F tersebut membuka kemungkinan besar untuk usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan agama Islam. Termasuk memerhatikan masalah kesehatan.
Tak heran kemudian, empat tahun setelah AD/ART NU tersebut mendapat persetujuan pemerintah Hindia Belanda di Batavia, muncul kilinik dari cabang NU Serang. Di sini menyebut empat tahun karena data yang paling tua ditemukan adalah tahun 1934 yang diupayakan NU Serang, Banten. Bisa jadi ada data yang lebih tua.
Kabar tentang dua klinik itu dilaporkan Cabang NU Serang pada Muktamar NU sebelas yang berlangsung di Banjarmasin pada tahun 1936. Waktu itu peserta Muktamar NU Serang diwakili oleh KH Syam’un yang beberapa tahun lalu mendapat gelar pahlawan nasional.
Meskipun klinik itu terhenti, informasi yang disampaikan pada Verslag Muktamar NU Kesebelas di Banjarmasin yang dimuat majalah Berita Nahdlatoel Oelama sangat penting. Informasi tersebut menunjukkan bahwa Nahdlatul Ulama, sejak awal berdiri tidak hanya mengurusi pesantren, madrasah, masjid, tapi bidang sosial.
Kemudian, usaha-usaha kesehatan melalui klinik itu diupayakan juga oleh cabang NU di daerah lain semisal Jombang pada tahun 1936 (lihat Berita Nahdlatoel Oelama, 1 Juni 1936, No 15, tahun ke-5, hal. 15). Lima tahun kemudian hal serupa didirikan oleh Cabang NU Bandung, 1941.
Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ullama
Dalam situasi pandemi corona atau Covid-19 seluruh komponen yang menangani kesehatan NU bekerja sama dengan Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) dan Lembaga Penanggulangan bencana dan Iklim NU bahu-membahu mencegah dan memberikan bantuan dan layanan kesehatan kepada masyarakat di berbagai tempat. Mereka membentuk NU Peduli Covid-19 hingga di tingkat desa.
Upaya NU dalam kesehatan hari ini adalah perjalanan panjang sejak NU berdiri. Jadi, bukan barang baru. Hanya saja dala setiap periode berbeda konsentrasi kerjanya atau berada dalam lembaga lain.
Pada tahun 2004 saat muktamar ke-31 NU di Asrama Haji Donohudan, NU memutuskan pembubaran Lembaga Sosial Mabarrot (LSM). Sebagai gantinya NU membentuk Lembaga Kesehatan NU atau (LKNU) mengambil alih tugas penanganan masalah kesehatan. Sementara masalah sosial ditangani oleh Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU (LKKNU).
Nama LKNU adalah hasil keputusan Muktamar NU ke-32 di Makassar untuk mengganti nama Lembaga Pelayanan Kesehatan NU (LPKNU) yang ada sebelumnya.
Selain itu, lembaga ini mengoordinasikan berbagai rumah sakit milik NU yang ada di daerah agar bisa berkembang dengan baik. Sampai saat ini, yang pernah mengamban amanah menjadi Ketua LKNU adalah M. Syahrizal Syarif, Imam Rasyidi dan saat ini Hisyam Said Budairy.
Editor: Fathoni Ahmad