Membincang konflik antar-agama seolah tidak akan pernah ada habisnya. Meskipun pada hakikatnya umat beragama itu mempunyai sifat damai, tetapi kerap kali kepentingan kelompok dan golongan menyebabkan konflik tidak pernah usai.
Terkait konflik tersebut, tiga sekawan bernama Adi, Hasan, dan Sriyono berbincang di sela-sela mereka istirahat dari pekerjaannya.
“Kalian tahu kan gejala Islamofobia belum juga surut, terutama di Eropa,” ucap Hasan memulai perbincangan.
“Ah, nggak sepenuhnya kok, buktinya masih ada negara-negera di Eropa yang menjamin kehidupan warganya yang Muslim,” sergah Sriyono mencoba kritis.
“Iya, Islamofobia makin nampak, buktinya kemarin di Kota Malmo, Swedia dan Kota Oslo, Norwegia, Al-Qur’an sampai dirobek-robek dalam demo kelompok yang anti-Islam,” timpal Adi.
“Iya, betul itu,” tanggap Hasan.
“Gini kawan, kita lihat dulu duduk perkaranya, saya sebagai Muslim tentu tidak sepakat adanya perobekan kitab suci, apalagi itu kitab suci kita. Tetapi kita tidak boleh gegabah menerima informasi sehingga kita terjebak ke dalam konflik itu sendiri,” jelas Sriyono mencoba bijak.
“Pokoknya umat Islam wajib marah atas tindakan itu!” teriak Adi.
“Iya, betul itu!” timpal Hasan.
“Jangankan kalian, sebagian warga negara di Eropa yang non-Muslim saja banyak yang mengecam tindakan itu kok,” tutur Sriyono.
“Maka dari itu...,” seloroh Adi yang diamini Hasan.
“Intinya gini kawan, itu dilakukan oleh kelompok-kelompok ekstremis. Tanpa harus membawa-bawa agama, kita juga harus mengakui bahwa dari kalangan Muslim juga ada yang berpikir dan bertindak ekstrem kok. Tugas kita sebagai Muslim yang cerdas untuk tetap menunjukkan bahwa Islam itu sangat mampu hidup damai, berkolaborasi, dan berdampingan dengan umat agama lain,” jelas Sriyono panjang lebar.
“Terus apa yang harus kita lakukan?” tanya Adi. Hasan cuma ngangguk-ngangguk.
“Yo ojo dadi wong Islam sing koyok rapid test (Ya jangan jadi orang Islam yang kayak rapid test),” jawab Sriyono.
“Loh, kok bawa-bawa rapid test segala. Kayak mau tes Covid-19 aja,” kata Hasan.
“Iyo, engko dadi wong Islam sing reaktif (Iya, nanti jadi orang Islam yang reaktif),” kata Sriyono. (Fathoni)