Begini Kondisi Penyerahan Catatan Amal Manusia di Akhirat
Senin, 5 Agustus 2024 | 06:00 WIB
Hari kiamat atau hari berakhirnya seluruh kehidupan yang ada di alam semesta memiliki beragam peristiwa. Mulai dari ditiupkannya sangkakala, hancurnya alam semesta, hingga dibangkitkannya kembali manusia.
Ada satu peristiwa dari rentetan panjang hari kiamat yang akan diulas pada tulisan kali ini, yaitu fase di mana catatan amal tiap orang diserahkan dan diperiksa. Pada waktu tersebut, amalan seluruh manusia selama di dunia akan diperlihatkan, baik mereka beriman ataupun tidak. Semuanya akan mengalami peristiwa ini.
Dalil dalam Al-Qur’an
Perlu diketahui bahwa Al-Qur’an telah menyebutkan secara gamblang kondisi yang terjadi di fase tersebut dalam banyak ayat. Di antaranya sebagaimana yang tertera dalam surah Al-Haqqah ayat 19-20 dan 25-26:
فَاَمَّا مَنْ اُوْتِيَ كِتٰبَهٗ بِيَمِيْنِهٖ فَيَقُوْلُ هَاۤؤُمُ اقْرَءُوْا كِتٰبِيَهْۚ اِنِّيْ ظَنَنْتُ اَنِّيْ مُلٰقٍ حِسَابِيَهْۚ ... وَاَمَّا مَنْ اُوْتِيَ كِتٰبَهٗ بِشِمَالِهٖ ەۙ فَيَقُوْلُ يٰلَيْتَنِيْ لَمْ اُوْتَ كِتٰبِيَهْۚ وَلَمْ اَدْرِ مَا حِسَابِيَهْۚ
Artinya, “Adapun orang yang diberi catatan amalnya di tangan kanannya, dia berkata (kepada orang-orang di sekelilingnya), 'Ambillah (dan) bacalah kitabku (ini)!' Adapun orang yang diberi catatan amalnya di tangan kirinya berkata, 'Seandainya saja aku tidak diberi catatan amalku dan tidak mengetahui bagaimana perhitunganku'."
Dari ayat-ayat tersebut, Allah menggambarkan bagaimana kondisi manusia yang menerima catatan amalannya. Setidaknya ada dua golongan yang dideskripsikan pada ayat-ayat tersebut. Pertama, golongan yang menerima catatan amal dengan tangan kanan. Kedua, golongan yang menerima catatan amal dengan tangan kiri.
Mengutip Al-Mawardi dalam An-Nukat wal ‘Uyun, bahwa penggunaan redaksi kanan dan kiri ini selaras dengan kebiasaan orang Arab. Di mana kanan sebagai istilah dari tanda kebahagiaan dan sebaliknya, kiri adalah tanda kesengsaraan dan kecelakaan (Al-Mawardi, An-Nukat wal ‘Uyun, [Beirut: Darul Kitab al-‘Ilmiyyah, t.t.], jilid VI, halaman 83).
Lebih detail lagi, kelompok pertama adalah golongan yang diberi catatan amal dengan tangan kanannya. Ciri-ciri seperti ini menunjukkan bahwa mereka termasuk orang yang beriman sekaligus pertanda mereka akan selamat di akhirat.
Disebut dalam Tafsir Ar-Razi, orang-orang yang menerima catatan amal dengan tangan kanannya sangat bahagia sekali. Bahkan, ekspresi kebahagiaan itu akan diceritakan kepada kerabatnya. Ar-Razi menyebutkan:
Baca Juga
Hisab Dunia Meringankan Hisab Akhirat
هاؤُمُ اقْرَؤُا كِتابِيَهْ دَلَّ ذَلِكَ عَلَى أَنَّهُ بَلَغَ الْغَايَةَ فِي السُّرُورِ لِأَنَّهُ لَمَّا أُعْطِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ عَلِمَ أَنَّهُ مِنَ النَّاجِينَ وَمِنَ الْفَائِزِينَ بِالنَّعِيمِ، فَأَحَبَّ أَنْ يُظْهِرَ ذَلِكَ لِغَيْرِهِ حَتَّى يَفْرَحُوا بِمَا نَالَهُ. وَقِيلَ: يَقُولُ ذَلِكَ لِأَهْلِ بَيْتِهِ وَقَرَابَتِهِ
Artinya, “Ambillah (dan) bacalah kitabku (ini)! 'Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang menerimanya sangat bahagia sekali. Karena tatkala ia menerima kitab itu dengan tangan kanannya, ia tahu bahwa dirinya termasuk orang yang selamat dan beruntung karena mendapatkan kenikmatan.
Orang itu lalu memperlihatkan apa yang didapatkannya kepada orang lain. Konon, diperlihatkan kepada keluarga dan kerabatnya'.” (Fakhruddin Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut: Dar Ihya at-Turats], jilid XXX, halaman 628).
Baca Juga
Kebersihan Hati Sebagai Bekal Akhirat
Kondisi di atas berbanding terbalik dengan kelompok kedua yang menerima dengan tangan kirinya. Mereka dihantui dengan rasa malu yang teramat sangat karena diperlihatkan langsung dengan segala perbuatan buruk yang pernah yang dilakukan.
Ibarat menerima rapor yang tertulis nilai merah semua, tentu membuat pemiliknya sangat malu, entah melihatnya sendiri, atau bahkan memperlihatkan catatan tersebut pada orang lain.
Ar-Razi juga menambahkan bahwa perasaan malu menerimanya lebih besar sakitnya dibandingkan dengan pedihnya azab neraka. Dari penjelasan ini dapat diketahui bahwa azab ruhani lebih kuat dampaknya daripada azab jasmani. (Fakhruddin Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, jilid XXX, halaman 630).
Wajibnya Beriman Pada Hari Penyerahan Catatan Amal
Hal penting bagi tiap muslim adalah wajib beriman pada apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an. Artinya, ketika ada keraguan atau rasa pengingkaran dalam hati seseorang akan peristiwa tersebut maka keimanannya patut dipertanyakan ulang.
Para ulama ahli kalam, seperti Imam Ibrahim al-Laqqani dalam matan Jauharatut Tauhid juga menyebutkan bahwa hukum mempercayai peristiwa penyerahan catatan amal manusia adalah sebuah kewajiban yang tidak bisa dinegosiasi. Artinya, setiap muslim wajib memercayainya. Ia berkata:
وَوَاجِبٌ أَخْذُ الْعِبَادِ الصُّجُفَا # كَمَا مِنَ الْقُرْآنِ نَصًّا عُرِفَا
“Wajib (mengimani peristiwa) para hamba mengambil shuhuf # sebagaimana yang telah diketahui dan ditetapkan dalam Al-Qur’an” (Al-Baijuri, Tuhfatul Murid Syarh Jauharatut Tauhid, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 2004], halaman 194).
Para ulama bersepakat bahwa peristiwa tersebut akan terjadi karena informasinya terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadits. Artinya, telah terjadi ijma’ (konsensus) dalam hal ini. Oleh karena itu, siapa pun yang mengingkarinya akan dianggap kufur.
Sedangkan yang dimaksud dengan kata shuhuf yang disebutkan oleh penulis matan di atas ialah kumpulan catatan yang ditulis oleh malaikat mengenai segala perbuatan manusia semasa di dunia. Hal ini seperti yang diterangkan dalam Tuhfatul Murid Syarh Jauharatit Tauhid milik Imam Al-Baijuri:
وَالْمُرَادُ مِنَ الصُّحُفِ الْكُتُبُ الَّتِي كَتَبَتْ فِيْهَا الْمَلَائِكَةُ مَا فَعَلَهُ الْعِبَادُ فِي الدُّنْيَا
Artinya, “Yang dimaksud dari shuhuf (pada matan tersebut) ialah kumpulan kitab yang ditulis oleh para malaikat mengenai apa saja yang dilakukan manusia selama hidup di dunia.” (Al-Baijuri, Tuhfatul Murid Syarh Jauharatit Tauhid, halaman 194).
Hal menarik terdapat dalam penggunaan kata shuhuf di matan ini. Ibrahim al-Laqqani menyebutkan bahwa pada hari tersebut tiap orang akan menerima shuhuf-nya masing-masing.
Shuhuf-nya itu merupakan kumpulan dari lembaran tiap hari semasa ia hidup di dunia. Kondisi lembaran itu kembali lagi dengan amalan masing-masing, ada yang bercahaya, dan ada pula yang hitam pekat.
Seperti apa bentuk jelasnya, apakah berbentuk buku tebal atau lembaran yang begitu banyak sesuai dengan jumlah umur manusia?
Mengenai hal ini, Syekh Muhammad Nuh Al-Qudhat dalam syarah-nya terhadap matan Jauharatut Tauhid menyebutkan pembuktiannya dengan ilmu modern yang berkembang. Baginya, catatan tersebut layaknya kerja penyimpanan file komputer atau dikenal DOS (Disk Operating System).
وَقَدْ عَلَّمَ اللَّهُ النَّاسَ الْيَوْمَ أَنْ يُخَزِّنُوْا الْمَعْلُوْمَاتِ فِيْ أَقْرَاصِ الْكَمْبِيُوْتَرِ, وَهِيَ خَفِيْفَةٌ صَغِيْرَةٌ تَحْتَوِيْ عَلَى مَلَايِيْنِ الكَلِمَاتِ الَّتِيْ تُسَاوِيْ عَشَرَاتِ الْمُجَلَّدَاتِ
Artinya, “Allah telah mengajarkan kepada manusia hari ini untuk menyimpan banyak informasi dalam file penyimpanan komputer, ukurannya kecil lagi ringan tapi bisa menghimpun jutaan kata yang setara dengan berpuluh-puluh jilid.” (Muhammad Nuh Al-Qudhat, Al-Mukhtashar al-Mufid fi Syarh Jauharatit Tauhid, [Yordania: Darur Razi, 1999], halaman 188).
Boleh jadi, ilmu pengetahuan modern sekarang secara tidak langsung menyingkap bentuk catatan amal. Untuk menciptakan hal seperti ini bukanlah hal yang mustahil, karena Allah Maha Kuasa untuk melakukan apa pun yang dikehendaki.
Terlepas dari semua gambaran mengenai penyerahan catatan amal di hari kiamat, tugas orang muslim adalah beriman kepada peristiwa tersebut. Beriman yang dimaksud bukan hanya sebatas meyakini dalam hati, namun dengan memerhatikan apa yang tertera dalam shuhuf-nya, apakah didominasi dengan amal baik atau amal buruk?
Semoga dengan penjelasan ini kita dapat memaksimalkan ibadah dan amal saleh yang membuat catatan amal penuh dengan kebaikan. Harapannya, ketika menghadapi hari penerimaan catatan amal, kita menerimanya dengan tangan kanan sebagai simbol akan keselamatan dan kebahagiaan di akhirat kelak. Amiin
Ustadz Muhammad Izharuddin, Mahasantri STKQ Al-Hikam