Jakarta, NU Online
Arab Saudi mengajukan rencana perdamaian baru untuk mengakhiri peperangan di Yaman, yang telah berlangsung selama hampir enam tahun. Rencana itu mengusulkan gencatan senjata yang diawasi PBB antara pemerintah Yaman, yang disokong Saudi, dan militan Houthi, yang didukung oleh Iran.
Rencana Saudi juga meliputi pembukaan kembali hubungan udara dan laut yang vital, serta dimulainya negosiasi politik. Militan Houthi mengatakan tawaran tersebut tampaknya tidak sampai mengangkat blokade udara dan laut yang saat ini berlaku.
Dikutip dari kantor berita Saudi Press Agency, usulan tersebut diumumkan di Ibu Kota Saudi, Riyadh, oleh Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan. Dia meminta kelompok Houthi, yang menguasai sebagian besar Yaman, untuk menerimanya.
Faisal bin Farhan mengatakan kepada para wartawan inisiatif Arab Saudi meliputi gencatan senjata yang komprehensif di seluruh wilayah Yaman di bawah pengawasan PBB.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres pada Senin (22/3) lalu menyambut baik inisiatif Arab Saudi untuk mengakhiri konflik di Yaman, ungkap juru bicaranya, Farhan Haq, seperti dilansir Xinhua, Selasa (23/3) lalu.
"Kami menyambut baik pengumuman hari ini (Senin) oleh Kerajaan Arab Saudi terkait niat mereka dalam melaksanakan sejumlah langkah untuk membantu mengakhiri konflik di Yaman, yang sejalan dengan inisiatif PBB," ujar Farhan Haq, Wakil Juru Bicara Guterres.
Sementara itu, Qatar pada Kamis (25/3) menyambut baik inisiatif Arab Saudi untuk mengakhiri perang di Yaman.
"Qatar menyambut baik inisiatif perdamaian yang diluncurkan oleh Arab Saudi untuk mengimplementasikan gencatan senjata di Yaman dan upaya Saudi untuk menemukan solusi politik yang akan mengakhiri penderitaan orang-orang Yaman," kata Menteri Luar Negeri Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani di Twitter seusai berdiskusi dengan Faisal bin Farhan lewat telepon dikutip dari kantor berita Anadolu.
Yaman telah dirundung konflik sejak 2014, ketika militan Houthi menguasai sebagian besar wilayah negara, termasuk Ibu Kota Sana'a.
Konflik berkepanjangan itu telah menyebabkan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia, sebanyak 30 juta orang atau 80 persen dari populasi Yaman membutuhkan bantuan dan perlindungan kemanusiaan.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon