Riyadh, NU Online
Mengiringi harlah yang ke-95 ini, warga Nahdlatul Ulama menyelenggarakan gawe besar berupa haul muasis dan masyayikh NU. Haul tersebut selain bertujuan tabarukan atau ngalap berkah, juga sekaligus untuk mengenang jasa-jasa para ulama dan berusaha mengamalkan dawuh-dawuh-nya.
Haul tidak hanya terlaksana di Indonesia saja, namun juga sampai di negeri jauh, yaitu Arab Saudi, tepatnya di kota Riyadh, seperti pada Kamis, (5/4). Nahdliyin yang hadir berasal dari staf Kedutaan Republik Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi, berbagai syarikah, Jamiah al-Imam Muhammad ibn Sa’ud, Jamiah Malik Saud dan lainnya.
Anas Dliyaul Muqsith, mahasiswa Jamiah al-Imam Muhammad ibn Sa’ud yang juga Mustasyar MWCINU Riyadh, dalam sambutannya mengatakan, meskipun menjadi perantauan di negeri orang, Nahdliyin harus memiliki ghirah untuk menghidupkan NU, bukan hidup dari NU.
Anas menyinggung posisi NU yang seringkali menjadi 'pemadam kebakaran' atas persoalan kebangsaan.
Achmad Ubaedillah, atase Pendidikan dan Kebudayaan di Kedutaan Republik Indonesia untuk Arab Saudi. Staf KBRI yang pernah menjadi dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menimpali apa yang telah disampaikan oleh Anas, bahwa NU seharusnya berperan aktif bukan bersikap reaktif.
"Sebab NU telah dan akan selalu menjadi pengawal pandangan-pandangan kebangsaan," ujarnya.
Selain itu, Ubaedillah juga mengkritik NU yang seringkali menjadi bamper depan saat event politik praktis sedang berlangsung.
NU muncul dan besar di momen tersebut, sebab hanya berperan sebagai pemasok pemilih tapi kurang memiliki bargaining.
Mauizah hasanah disampaikan oleh H Sa'dullah Affandi, katib syuriyah PBNU yang juga menjadi Atase Tenaga Kerja. Sa'dullah memulai sambutannya dengan berita bagi para ekspatriat, yaitu disahkannya Peraturan Pemerintah soal Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).
"Dengan adanya PP ini para pekerja akan mempunyai payung hukum yang dapat melindungi nasib mereka," katanya.
Sa'dullah mengisahkan masa-masa gemilang salah satu ulama Indonesia yang mukim di Makkah. Ulama itu adalah Syaikh Nawawi al-Bantani. Saking alimnya dalam persoalan keagamaan, sampai-sampai gelar Sayyid Ulama al-Hijaz disematkan kepadanya.
Acara tambah gayeng ketika Sa'dullah memuji totalitas dan militansi maduriyyin (sebutan untuk ekspatriat yang berasal dari Madura) dalam nguri-uri NU sampai ke segala tempat. Menurutnya militansi ini adalah implementasi dawuh Syaikhuna Kholil Bangkalan.
Sa'dullah mengakhiri sambutannya dengan menekankan bahwa sekaya apa pun ekspatriat yang hidup di tanah Nejd ini, haruslah tetap ingat pada tanah air yang ditinggalkan.
"Sebab itulah yang digemakan oleh Mbah Wahab Hasbullah dala lagunya Ya Lal Wathan, bahwa cinta tanah air sebagian dari iman (hubb al-wathan min al-iman)," pungkasnya. (Irza A Syaddad/Kendi Setiawan)