Internasional

Ini Dampak Absen dan Tidaknya Rusia pada KTT G20 Bali

Selasa, 23 Agustus 2022 | 13:00 WIB

Ini Dampak Absen dan Tidaknya Rusia pada KTT G20 Bali

Pertemuan Jokowi dengan Putin (Foto: Setkab)

Jakarta, NU Online 
Indonesia pertama kalinya memegang Presidensi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group of 20 (G20). Forum kerja sama 20 ekonomi dunia ini akan diselenggarakan di Bali pada November 2022 mendatang.

 

Mendekati waktu pelaksanaannya, muncul penolakan dari Negara Inggris terhadap kehadiran Rusia di forum tersebut. Inggris berpandangan bahwa Rusia tidak punya hak moral menghadiri KTT G20, lantaran agresinya ke Ukraina.

 

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden juga meminta Indonesia sebagai ketua presidensi di tahun ini agar tidak menghadirkan Rusia. Alasannya sama, karena invasi Rusia ke Ukraina.

 

Sementara itu, Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo telah berkomunikasi dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin untuk memastikan kehadirannya dalam KTT G20. Menurut Jokowi, Vladimir Putin menyatakan kesiapannya untuk hadir.

 

"Presiden Putin juga mengatakan kepada saya bahwa dia akan datang,” kata Jokowi dalam wawancara dengan Pemimpin Redaksi Bloomberg News John Micklethwait seperti dikutip dari Kompas.

 

Dalam kesempatan yang lain, Presiden Joko Widodo juga telah berkomunikasi dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy untuk mengundangnya. Meski bukan anggota KTT G20, Jokowi punya kepentingan koordinasi dalam pemulihan ekonomi dunia. Dan konflik Ukraina tentu mempengaruhi perbaikan ekonomi dunia itu sendiri.

 

"Kita paham bahwa G20 memiliki peran sebagai katalisator dalam pemulihan ekonomi dunia dan kalau kita bicara mengenai pemulihan ekonomi dunia, maka terdapat dua hal besar yang mempengaruhi saat ini yaitu yang pertama pandemi Covid-19 dan yang kedua perang di Ukraina," kata Jokowi di Channel Youtube Sekretariat Presiden.

 

KTT G20 tidak ada penundaan
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah mengatakan semua undangan terhadap kepala negara anggota KTT G20 sudah dilayangkan pada Februari 2022 lalu. Ini artinya sebelum terjadinya perang Rusia-Ukraina.

 

Ia juga memastikan tak akan ada penundaan, karena waktu yang tersisa sangat mepet. G20 di Bali diselenggarakan pada akhir tahun ini (November). Sementara di tahun 2023 tentu sudah ada pergantian pemegang presidensi KTT G20.

 

KTT G20 di Bali merupakan pertemuan ke-17. Sebelumnya, Joko Widodo menerima penyerahan ketua presidensi KTT G20 dari PM Mario Draghi Presidensi Italia kepada dirinya pada tanggal 31 Oktober 2021.

 

Adapun anggota-anggota G20 yaitu Argentina, Australia, Brasil, Kanada, Cina, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Korea Selatan, Meksiko Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Turki, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.

 

Indonesia jadi perantara perdamaian
Indonesia memiliki kepentingan menjembatani konflik Rusia-Ukraina pada KTT G20 agar bisa terselesaikan. Namun, jika akhirnya Rusia absen karena desakan negara-negara lainnya, tentu kepentingannya itu sulit akan terwujud.

 

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan, hal itu juga akan berpotensi ada upaya Negara Cina menarik diri dari anggota KTT G20. Cina adalah di antara negara yang setuju bila Indonesia tetap mengundang Rusia. Bahkan menurutnya, Cina bisa saja mengajak negara lainnya untuk tidak menghadiri KTT G20 bila Rusia akhirnya tidak hadir karena ada desakan.

 

"Cina bisa saja meninggalkan forum G20 atau bahkan mengajak negara lain untuk tidak menghadiri G20 karena dianggap terlalu AS sentris," ujarnya, sebagaimana dikutip dari Kompas.

 

Tetapi jika Rusia tetap hadir, bukan tidak ada konsekuensi. Pakar Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) Hariyadi Wirawan mengatakan bahwa forum yang berorientasi sebagai sarana pemulihan ekonomi kemungkinan tidak sepenuhnya terwujud. Pasalnya, kepala-kepala negara yang tidak menginginkan kehadiran Rusia kemungkinan tidak secara langsung hadir di KTT G20, dan mendelegasikan kepada bawahannya.

 

Di samping itu, forum tersebut akan terasa asing. Semula keakraban para pemimpin negara yang terbentuk melalui KTT G20 akan berubah jadi canggung. Ini karena forum G20 tidak lagi merepresentasikan kehadiran anggota yang sebenarnya.

 

Pewarta: Syamsul Arifin
Editor: Aiz Luthfi