Israel Larang Seorang Pengurus Masjid Masuki Kawasan Al-Aqsa
Sabtu, 7 November 2020 | 05:00 WIB
Yerusalem, NU Online
Kepolisian Israel dikabarkan melarang seorang Pengurus Dewan Masjid Al-Aqsa memasuki kawasan masjid tersebut. Seorang pengurus tersebut bernama Najeh Bkeerat. Ia menjabat sebagai Wakil Direktur Pengurus Dewan Masjid Al-Aqsa.
Kantor berita Middle East Monitor, Jumat (6/11) menjelaskan, peristiwa pelarangan Najeh Bkeerat terjadi pada Rabu (4/11) lalu.
Sebelumnya, tepatnya pada pekan lalu, anggota kepolisian Israel juga menggeledah kantor Bkeerat di Al-Aqsa. Bkeerat yang saat itu ada di lokasi langsung ditahan.
Bkeerat lantas dilarang memasuki Kompleks Masjid Al-Aqsa selama enam pekan dan diharuskan wajib lapor kepada badan intelijen dalam negeri Israel.
Saat melakukan wajib lapor, Bkeerat justru ditahan oleh badan intelijen Israel. "Mereka menahan saya dan melarang saya memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa selama enam pekan tanpa memberikan alasan," kata Bkeerat.
Menurut Bkeerat tindakan Israel itu sudah melanggar aturan dan merupakan pertanda Negeri Zionis itu hendak menduduki Masjid Al-Aqsa.
"Mereka berencana mengosongkan kompleks tempat suci itu dari para jamaah dan pekerja sebagai bagian dari upaya menduduki tempat ibadah umat Islam dan menghilangkan identitas warga Palestina," kata Bkeerat.
Dalam beberapa tahun terakhir, Israel terus memperketat pembatasan jumlah jamaah asal Palestina yang dibolehkan beribadah di Masjid Al-Aqsa.
Bkeerat sebenarnya bekerja di bawah koordinasi Kementerian Wakaf Kerajaan Yordania. Negara itu ditunjuk menjadi penjaga Kompleks Masjid Al-Aqsa dan lokasi ibadah umat Nasrani di Yerusalem, Tepi Barat, setelah menandatangani Perjanjian Wadi Araba dengan Israel pada 1994.
Tujuh tahun lau, Raja Yordania, Abdullah II, dan Presiden Otoritas Palestina, Mahmud Abbas, meneken perjanjian yang menguatkan status Yordania sebagai penjaga seluruh situs suci umat Islam di Yerusalem, termasuk Masjid Al-Aqsa.
Konflik antara Palestina dan Israel di kawasan Masjid Al-Aqsa telah berlangsung setidaknya sejak tahun 1966 hingga kini.
Pada 2017, Israel mulai meningkatkan pengamanan di Komplek Haram al-Syarif yang merupakan komplek bangunan suci oleh umat Muslim di Yerusalem Timur.
Detektor logam dipasang di pintu masuk komplek dan Israel menurunkan sebanyak lima batalion tambahan yang dikerahkan untuk mengamankan wilayah tersebut termasuk wilayah Tepi Barat.
Warga Palestina yang ingin beribadah di Masjid al-Aqsa yang berada dalam komplek suci itu tak ingin masuk melalui pintu detektor. Mereka pun memilih untuk beribadah di luar.
Ketegangan antara warga Palestina dan keamanan Israel makin meningkat. The Red Cross mengungkapkan bahwa setidaknya 50 warga Palestina terluka dalam bentrokan.
Masjid al-Aqsa yang menjadi kiblat pertama umat Muslim itu adalah tempat ibadah salat Jumat bagi ribuan warga Palestina di Kota Tua Yerusalem Timur.
Setelah Yerusalem Timur diokupasi Israel, wilayah Kota Tua dan situs suci umat Islam itu terus bergejolak. Israel seperti acuh dengan kesepakatan yang dilakukan dengan Yordania.
Sehingga apa yang dilakukan Israel dengan berbagai tindakan represifnya di komplek suci itu dipandang warga Palestina sebagai upaya Zionis untuk menguasai dan mengontrol situs suci Haram al-Sharif.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon