Jamaah Haji Indonesia Antusias Jalani Rangkaian Ibadah Haji sampai Akhir
Senin, 11 Juli 2022 | 14:15 WIB
Makkah, NU Online
Bacaan talbiyah dengan diselingi oleh shalawat Nabi berkumandang terus menerus dalam perjalanan dari Mina ke Jamarat. Suara keras penuh semangat dan jalan cepat menunjukkan mereka sangat antusias untuk segera sampai ke Jamarat guna melempar jumrah sebagai simbolisasi melempar setan yang menggoda manusia.
Rombongan demi rombongan bergerak silih berganti dari maktabnya masing-masing di Mina. Warna warni seragam atau tulisan yang tertera di pakaian menunjukkan asal Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang mendampinginya. Pemimpin kelompok biasanya membawa bendera kecil untuk memandu agar jamaah tidak terpisah. Bacaan talbiyah atau shalawat, selain bernilai ibadah, juga untuk menjaga semangat dan kekompakan jamaah. Suara-suara tersebut menjadi penanda lain dari bendera yang dikibarkan oleh pemimpin rombongan.
Sekalipun perjalanan tersebut dilakukan tengah malam, tak terlihat kantuk di wajah-wajah para jamaah. Apalagi lampu dalam terowongan Mina yang terang-benderang tak lagi dapat dibedakan antara siang dan malam. Melempar jumrah merupakan ritual utama selama di Mina yang dilakukan jamaah haji.
Titik krusial haji adalah saat wukuf di Arafah sebagaimana hadits Rasulullah bahwa haji adalah Arafah. Karena itulah jamaah yang sakit pun disafariwukufkan supaya dapat menjalankan rukun haji. Begitu selesai wukuf di Arafah, sebagian jamaah sudah merasa bergelar haji, dan tinggal menyempurnakannya karena yang lain merupakan wajib haji yang bisa diwakilkan pelaksanaannya atau cukup membayar dam jika terpaksa tidak dapat menjalankannya. Wajar jika banyak jamaah sudah merasa plong pasca-wukuf.
Pemerintah Arab Saudi melakukan pengaturan jadwal pelemparan jumrah supaya tidak terjadi kepadatan. Jamaah haji Indonesia mendapat jadwal pada sore dan malam hari di mana cuaca tidak panas. Ketua Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arshad Hidayat menyampaikan, jamaah haji Indonesia mendapatkan jadwal dua kali, yaitu pukul 16.00-21.00 dan pukul 00.00-04.30 WAS. Masing-masing untuk separuh jamaah haji.
Dari maktab no 1-44 yang menjadi tempat jamaah haji Indonesia mabit di Mina, jarak tempuhnya sekitar 4 kilometer, menembus terowongan Mina. Di sejumlah bagian, kran-kran air segar siap minum tersedia. Di beberapa bagian dalam terowongan, petugas kebersihan dengan kantong sampah besar berjaga-jaga dan memunguti sampah yang tercecer.
Di banyak tempat, juga disediakan eskalator berjalan seperti yang banyak terdapat di berbagai bandara. Jika capek berjalan, jamaah cukup berdiri dan tak lama sudah sampai di posisi berikutnya. Lalu, naik lagi ke eskalator berikutnya. Begitu seterusnya. Sayangnya, ketika kami dari rombongan Media Center Haji (MCH) melempar jumrah Aqabah dari kantor Misi Haji Indonesia di Syisah menuju ke Mina, Sabtu sore (09/07/2022) eskalator tidak berjalan. Namun, ketika kembali lagi pada Ahad, pukul 01.00 dini hari, semua eskalator yang menuju arah Jamarat difungsikan. Sisi masuk dan keluar semuanya di jaga oleh askar berseragam.
Lampu-lampu yang memberi penerangan dengan baik serta alat pengatur sirkulasi udara yang digantung di bagian atas terowongan dengan ketinggian 40 meter dan lebar 18 meter menjadikan terowongan tersebut tidak pengap.
Terdapat dua terowongan terpisah dari dan menuju Jamarat di lt 3. Hal ini untuk memastikan tidak terjadi tubrukan jamaah dari dua arah berbeda yang rawan menimbulkan korban jiwa. Terowongan ini dua kali menimbulkan tragedi dengan korban jiwa 1.426 pada tahun 1990 dan 769 orang pada 2015. Keselamatan di terowongan ini menjadi perhatian serius pemerintah Arab Saudi dengan banyaknya penjaga yang ditempatkan di setiap beberapa meter.
Dari terowongan menuju Jamarat, petugas mengarahkan jamaah menuju arah yang telah ditetapkan. Dan sesampai di jamarat, jamaah mulai melempar satu per satu, sambil membaca doa singkat Bismillahi Allahu Akbar. Terdapat doa yang lebih panjang, namun doa singkat ini yang terdengar dibaca oleh beberapa jamaah.
Asykar atau penjaga keamanan segera mengarahkan jamaah untuk segera bergerak. Sebagaimana di Masjidil Haram, jamaah tidak boleh berkerumun dan kemudian diam di satu tempat dalam waktu lama. Mereka diminta untuk terus bergerak menuju arah pulang. Selesai sudah proses lempar jumrah yang merupakan bagian dari wajib haji ini.
Jamaah haji melempar jumrah aqabah pada hari nahar tanggal 10 Dzulhijjah sebanyak 7 butir kerikil kecil yang diambil dari Muzdalifah. Kemudian melempar lagi antara tanggal 11-13, tergantung apakah mengambil nafar awal atau nafar tsani, yaitu menginap sampai tanggal 13 di Mina. Bagi yang melakukan nafar awal, cukup mengambil 49 butir, yaitu 7 untuk jumrah aqabah dan 21, tujuh kerikil untuk masing-masing jumrah ula, wustha, dan aqabah selama dua hari. Jika menginginkan nafar tsani, maka menambah 21 butir lagi sehingga totalnya menjadi 70 butir.
Prosesi di Mina secara fisik paling berat. Saat inilah faktor paling krusial di mana dari tahun ke tahun, jumlah jamaah haji yang sakit dan meninggal meningkat drastis sebagaimana disampaikan berulang kali oleh Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes dr Budi Sylvana. Jamaah sudah merasa kelelahan setelah menjalani wukuf di Arafah dan mabit di Muzdalifah. Kemudian mereka mesti berpindah lagi ke Mina, dalam tenda-tenda kecil yang mesti diisi dengan banyak orang.
Lempar jumrah merupakan wajib haji, namun dapat diwakilkan jika ada halangan, tanpa perlu membayar dam. Namun, banyak jamaah, terutama pada saat melontar jumrah aqabah, banyak jamaah yang memaksakan diri karena ingin mengalami langsung. Seperti ditemui oleh rombongan dari tim MCH yang membantu jamaah yang sudah tidak kuat lagi berjalan, bersama dengan tim Pertolongan Pertama pada Jamaah Haji (P3JH) dan Emergency Medical Team (EMT), mendampingi jamaah yang kelelahan, hingga seorang jamaah yang ambruk di pelukan istrinya.
Ibarat semua pendakian, setelah mencapai puncaknya di Arafah, mabit di Mina dan melempar jumrah merupakan fase penurunan. Ada bahaya yang mengintai sekalipun turun sehingga beberapa orang yang tidak waspada, yang sudah mengalami kelelahan di puncak, sehingga pada saat turun ini, mereka malah terjatuh dan tidak dapat kembali bangkit.
Bagi yang memilih nafar awal yang jatuh pada Senin 12 Dzulhijjah 1443, jamaah haji sudah kembali ke penginapannya, namun bagi yang memilih nafar tsani atau melempar jumrah satu hari lagi, mereka akan kembali besok. Ketua seksi perlindungan jamaah Muftil Umam, Senin pagi menyampaikan, ada sekitar 40 persen jamaah yang mengambil nafar tsani.
Pewarta: Achmad Mukafi Niam
Editor: Aiz Luthfi