Phnom Penh, NU Online
Di tulisan bagian sebelumnya, saya sudah mengulas tentang sekelumit sejarah dan kondisi terkini Muslim keturunan Champa yang ratusan tahun silam telah bermigrasi ke kawasan Chrang Chomres, Phnom Penh, Kamboja. Seperti umumnya tradisi mazhab Syafi’i, bertepatan 12 Rabi’ul Awwal, Jumat (1/12), mereka juga memiliki cara tersendiri dalam menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad.
Perayaan diadakan di Masjid Jamee’ Yassir bin Ammar, yang berlokasi di KM. 9 jalur lintas Phnom Penh. Usai menunaikan Shalat Ashar, jamaah shalat yang banyak mengenakan sarung dan jubah itu duduk bersila membentuk lingkaran. Saya pun juga ikut bersila di barisan kedua.
Imam masjid Ustad Muhammad Irsyad bin Muhammad Nuh membacakan kitab Al-Barjanji, sedangkan jamaahnya lainnya khusuk mendengarkan. Seketika saya merasakan suasana mirip dengan Maulid Nabi di Indonesia, sebab intonasinya Ustad Irsyad tak jauh berbeda dengan Muslim Indonesia yang juga gemar membaca Al-Barjanji. Bedanya, pada saat mahalul qiyam hanya membaca “Shallallahu ‘ala sayyidina Muhammad, shallallahu alaihi wa sallam”. Begitu dibaca sambil berdiri sekitar 5 menit.
Selesai berdoa, mereka langsung bergegas ke serambi masjid untuk menikmati jamuan yang disiapkan oleh warga. Terlihat ada beberapa macam buah seperti jeruk, rambutan, dan pisang. Ada juga makanan tradisional yang terbuat dari ketan dan pisang. Ada satu makanan, saya lupa namanya, terbuat dari durian dan mata kucing (kelengkeng) yang dicampur dengan santan serta gula, lalu bisa dicocol dengan roti berukuran jumbo khas setempat.
Sambil menikmati jamuan, saya mengajukan beberapa pertanyaan kepada Ustad Irsyad. Dengan saksama, ia menuturkan bahwa Maulid Nabi merupakan bentuk muslim untuk syukur kepada Allah. “Allah telah mengutus Nabi Muhammad untuk membawa agama Islam, baru kita bisa mendapatkan hidayah, iman dan Islam,” tuturnya.
Selain itu, ditanya soal golongan yang membid'ahkan Maulid Nabi, ia mengatakan bahwa hal tersebut sudah dijawab oleh ulama mu'tabar. Ulama seperti Imam Syuyuti dan Imam Ibn Hajar Al-Asqalani mengategorikan sebagai bid'ah hasanah.
"Yutsabu ilaihi, yang diberikan kepada siapa saja yang menjalankan Maulid Nabi," jelas Ustad yang juga Wakil Mufti Majlis Tertinggi Umat Islam Kamboja itu sambil menunjukkan kepada saya dalil-dalil pandangan ulama tentang Maulid Nabi melalui gadgetnya.
Lebih jauh, ia mengapresiasi Kerajaan Arab Saudi yang saat ini sudah mulai menunjukkan perubahan sikap tentang Hari Kelahiran Nabi Muhammad, bahkan pihak Kerajaan Saudi juga menjadikan tanggal tersebut sebagai cuti nasional.
Selain di Masjid Ammar bin Yassir, warga juga memperingati Maulid Nabi di empat surau (masjid kecil) yang tersebar di kawasan tersebut. Hanya saja mereka merayakan Maulid Nabi di bulan Rabiul Awwal saja, tidak seperti di Indonesia yang hampir sepanjang tahun selalu ada kegiatan shalawatan sambil membacakan kitab yang mengisahkan tentang Rasulullah. (M. Zidni Nafi’, Peserta Program Pemuda Magang Luar Negeri Kemenpora RI 2017)