Internasional

Jenguk di Rumah Sakit, PM Australia Sebut Ahmed sebagai Pahlawan Australia

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00 WIB

Jenguk di Rumah Sakit, PM Australia Sebut Ahmed sebagai Pahlawan Australia

PM Australia Albanese bertemu Ahmed, pelucut senjata pelaku penembakan di Pantai Bondi, Sydney, Australia. (Foto: tangkapan layar Instagram PM Albanese)

Jakarta, NU Online

 

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menjenguk Ahmed Al Ahmed, sosok yang berhasil melucuti senjata salah satu pelaku penembakan di Pantai Bondi, di Rumah Sakit St George, Sydney, Australia, pada Selasa (16/12/2025).

 

Albanese memuji Ahmed sebagai Pahlawan Australia, karena telah berani mengambil risiko demi menyelamatkan banyak nyawa.

 

"Ahmed, kau adalah pahlawan Australia. Anda menempatkan diri Anda pada risiko untuk menyelamatkan orang lain, berlari menuju bahaya di Pantai Bondi dan melucuti senjata teroris. Atas nama setiap orang Australia, saya mengucapkan terima kasih," tulisnya sebagaimana dikutip NU Online dalam akun Instagram miliknya.

 

"Sangat kuat, hatimu kuat, keberanianmu menginspirasi," puji Albanese yang kemudian dijawab Ahmed dengan ucapan terima kasih banyak.

 

Dalam video yang lain, Albanese masih terus memuji keberanian Ahmed. Ia juga menyampaikan bahwa tidak akan membiarkan negara terpecah belah sebab teroris.

 

"Sungguh negara yang berani. Ahmed Al Ahmed mewakili yang terbaik dari negara kita. Kami tidak akan membiarkan negara ini terpecah belah. Itulah yang diinginkan para teroris. Ah, kita akan bersatu. Kita akan saling menerima dan kita akan melewati ini," ujarnya dalam video wawancara di akun pribadinya.

 

ABC News melaporkan bahwa Badan intelijen domestik Australia, ASIO, memeriksa salah satu pelaku penembakan di Pantai Bondi enam tahun lalu karena hubungan dekatnya dengan sel terorisme ISIS yang berbasis di Sydney.

 

Naveed Akram, 24 tahun, dan ayahnya, Sajid Akram, 50 tahun, telah menewaskan 15 orang pada ketika mereka melepaskan tembakan di acara Hanukkah. Sajid Akram tewas di tempat, sementara Naveed Akram dirawat di rumah sakit di bawah pengawasan polisi.

 

Para penyelidik dari Tim Kontra Terorisme Gabungan (JCTT), sebuah unit yang terdiri dari lembaga negara bagian dan federal, meyakini bahwa para pelaku penembakan telah menyatakan kesetiaan kepada kelompok teroris ISIS.

 

Dilaporkan bahwa dua bendera ISIS ditemukan di dalam mobil mereka di Pantai Bondi. Dalam rekaman dari lokasi kejadian, terlihat satu bendera terpasang di kap mobil.

 

Perdana Menteri Anthony Albanese mengonfirmasi bahwa Naveed Akram pertama kali menarik perhatian ASIO pada Oktober 2019 dan berada di bawah penyelidikan selama enam bulan, tetapi ada penilaian bahwa ia tidak menimbulkan ancaman berkelanjutan.

 

Albanese mengatakan bahwa Naveed Akram memiliki hubungan dekat dengan Isaac El Matari, yang ditangkap pada tahun 2019 dan kemudian dipenjara karena merencanakan pemberontakan ISIS sebagai komandan kelompok teroris yang menyatakan diri sebagai warga Australia.

 

Matari adalah bagian dari sel ISIS bersama beberapa pria Sydney lainnya yang sejak itu telah dihukum karena pelanggaran terorisme dan juga dekat dengan Naveed Akram.

 

Pada Ahad (14/12/2025) malam, polisi bersenjata lengkap menggerebek rumah mereka di Bonnyrigg, di barat daya Sydney, serta sebuah properti Airbnb di Campsie tempat para pelaku menginap.

 

Komisaris Polisi NSW Mal Lanyon mengatakan bahwa Sajid Akram telah memiliki izin kepemilikan senjata api selama 10 tahun terakhir.

 

"Dia memiliki enam senjata api yang berlisensi atas namanya. Kami yakin bahwa kami telah menyita enam senjata api dari lokasi kejadian kemarin," katanya.

 

Kata Mal Lanyon, selain senjata api yang disita dari lokasi kejadian, dua alat peledak rakitan juga ditemukan di dalam sebuah mobil di Campbell Parade yang berdekatan.

 

Terpisah, Naveed Akram dilaporkan pernah belajar selama satu tahun di Institut Al Murad di Sydney Barat. 

 

Pendiri Institut Al Murad Adam Ismail mengonfirmasi bahwa peristiwa di Bondi merupakan kejutan yang mengerikan. Ia mengaku keluarganya telah menerima ancaman kematian setelah foto dirinya bersama terduga pelaku penembakan beredar online.

 

Dalam sebuah video pernyataan, Ismail menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam insiden teror tersebut.

 

"Naveed menghubungi pusat tersebut pada akhir tahun 2019 untuk meminta kelas membaca Al-Quran dan bahasa Arab," katanya.

 

"Seperti yang telah saya lakukan dengan ribuan siswa selama bertahun-tahun, saya hanya mengajarinya pembacaan Al-Quran dan bahasa Arab selama satu tahun. Ini adalah satu-satunya mata pelajaran yang saya ajarkan kepadanya dan ini adalah bidang spesialisasi saya," lanjutnya.

 

Ismail menyatakan bahwa dirinya mengutuk tindakan kekerasan tersebut dan sangat sedih atas apa yang terjadi. Ia lantas menyampaikan belasungkawa tulus kepada para korban, pada keluarga korban, dan komunitas Yahudi yang terkena dampak.

 

Ismail juga menyatakan dengan tegas bahwa serangan semacam itu sangat dilarang dalam Islam.

 

"Yang menurut saya sangat ironis adalah Al-Quran yang sedang ia pelajari untuk dibaca dengan jelas menyatakan bahwa mengambil satu nyawa yang tidak bersalah sama dengan membunuh seluruh umat manusia," kata Ismail.

 

"Tidak semua orang yang membaca Al-Quran memahaminya atau hidup sesuai dengan ajarannya, dan sayangnya seperti itulah yang terjadi di sini," tutupnya.