Kekhawatiran Australia Jika Pulangkan Keluarga Militan ISIS
Jumat, 11 Oktober 2019 | 04:35 WIB
Hal itu karena, sesuai masukan yang diterima Dutton, perempuan dari keluarga ISIS adalah ‘kelompok garis keras,’ mengingat suami mereka rela mengorbankan dirinya demi kelompok teror ISIS.
“Mereka ini dalam penilaian kami, tidak semua, hanya beberapa diantara mereka memiliki potensi dan kapasitas untuk kembali ke sini dan membuat kekacauan yang memakan korban besar," kata Dutton kepada Radio 2GB, dilansir laman abc.net.au, Kamis (10/10).
Oleh sebab itu, lanjutnya, adalah hal yang tidak mengejutkan apabila pemerintah Australia tidak menjemput mereka di kamp-kamp pengungsian di Suriah.
Dilaporkan, ada sekitar 20 perempuan dan 44 anak-anak asal Australia yang masih berada di kamp pengungsian al-Hawl, Suriah Utara. Mereka ditampung di sana setelah suami mereka yang tergabung dalam ISIS tewas dalam pertempuran melawan otoritas setempat.
Namun hal itu dibantah Dutton. Dia megatakan, para wanita asal Australia tersebut tidak dibujuk atau ditipu oleh pacar atau suaminya untuk berangkat di Suriah. Namun mereka datang ke sana atas kehendak sendiri.
“Mereka pergi dengan sukarela dan memiliki pandangan yang sama fundamentalnya dengan teroris pria yang kita lihat berjuang di Suriah dan Irak,” sebutnya.
Australia menindak tegas warganya yang bergabung dengan ISIS, termasuk mencabut status kewarganegarannya. Menurut data Departemen Dalam Negeri Australia, setidaknya ada 17 warga Australia, yang memiliki kewarganegaraan ganda dan bergabung ISIS, dicabut kewarganegaraan Australianya.
Meski demikian, Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, menegaskan bahwa anak-anak pejuang ISIS asal Australia tersebut tidak akan dicabut hak-hak kewarganegaraannya.
Pewarta: Muchlishon