Wina, NU Online
Parlemen Austria mengesahkan undang-undang yang melarang pemakaian jilbab bagi pelajar di tingkat sekolah dasar, Rabu (14/5). Peraturan tersebut pertama kali diajukan oleh dua partai sayap kanan koalisi pendukung pemerintah, yaitu Partai Rakyat kanan-tengah (OeVP) dan Partai Kebebasan sayap kanan (FPOe) pada April 2018 lalu.
Dikutip laman AFP, Kamis (16/5), dua partai tersebut secara tegas menyebutkan bahwa aturan itu khusus ditujukan untuk komunitas Muslimah yang mengenakan jilbab. Otoritas setempat menyebutkan, larangan dalam undang-undang tersebut tidak akan berlaku untuk kippa (penutup kepala laki-laki Yahudi) dan patka (penutup kepala laki-laki Sikh).
Memang, dalam peraturan itu tidak disebutkan secara eksplisit tentang larang jilbab. Mereka menggunakan istilah ‘pakaian yang dipengaruhi ideologi atau agama yang terasosiasi dengan penutup kepala’ untuk menghindari diskriminasi.
Juru bicara bidang pendidikan dari FPOE, Wendelin Moelzer, menyatakan, undang-undang tersebut merupakan ‘sebuah sinyal perlawanan’ pemerintah terhadap politik Islam. Sementara, anggota parlemen dari OeVP, Rudolf Taschner, menyebut kalau tujuan dari pembuatan peraturan itu adalah untuk melindungi kaum perempuan dari ‘penindasan’.
Langkah itu mendapatkan tentang dari banyak pihak. Salah satunya organisasi komunitas muslim resmi di Austria, IGGOe. Menurut IGGOe, aturan itu merupakan bentuk tindakan ‘tidak tahu malu’ dan taktik pengalihan.’ Mereka yakin, aturan ini tidak akan mempengaruhi kehidupan anak Muslimah di Austria.
Seluruh oposisi pemerintah juga menentang pengesahan peraturan itu. Bahkan, sejumlah oposisi menuduh pemerintah sayap kanan hanya ingin mencari popularitas semata ketika mengambil langkah tersebut, daripada kesejahteraan anak. Meski parlemen Austria sudah mengesahkannya, namun pemerintah mengakui kalau undang-undang ini akan ditolak Mahkamah Konstitusi Ausria.
Sebelumnya pada 2017 pemerintah Austria juga sudah menerapkan larangan penggunaan cadar atau penutup wajah. (Red: Muchlishon)