Menengok Kesiapan Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sambut Jamaah Haji
Senin, 20 Juni 2022 | 22:15 WIB
Tenda-tenda berwarna putih di Arafah dengan ukuran lebar siap menampung puluhan jamaah haji 2022. (Foto: NU Online/A Mukafi Niam)
Makkah, NU Online
Wukuf di Arafah merupakan puncak pelaksanaan ibadah haji yang berlangsung di mana seluruh jamaah haji berkumpul di padang Arafah, yang lokasinya sekitar 20 kilometer di timur kota Makkah. Seluruh jamaah haji berkumpul di lokasi tersebut tanpa terkecuali mengingat wukuf merupakan rukun haji yang jika ditinggalkan, hajinya tidak sah.
Waktu wukuf berlangsung pada 9 Dzulhijah dimulai dari tergelincirnya matahari sebagai penanda masuknya waktu Dhuhur sampai dengan terbitnya fajar pada tanggal 10 Dzulhijah. Biasanya jamaah haji Indonesia sudah diarahkan menuju kawasan tersebut sejak pagi sehingga telah tiba di Arafah ketika waktu Dhuhur. Sore harinya, mereka secara perlahan sudah mulai dipindahkan ke Muzdalifah.
Tahun 1443 Hijriyah ini, ada sekitar 1 juta jamaah haji yang berwukuf, tinggal di Arafah dalam waktu bersamaan pada wilayah seluas 12 jutaan meter persegi atau 1.200 hektare. Namun, Arafah kini bukan lagi sebuah padang seperti masa lalu. Arafah telah dipenuhi dengan tenda-tenda warna putih yang di berbagai sisinya ditanami pohon yang sudah cukup tinggi dengan dahan-dahan dan ranting-rantingnya dipenuhi dedaunan sehingga dapat menjadi tempat berteduh.
Baca Juga
Kisah Ulama Berhaji Tanpa ke Tanah Suci
Ahad, 19 Juni 2022 rombongan Media Center Haji (MCH) turut rombongan daker Makkah menuju kawasan Arafah, dilanjutkan dengan Muzdalifah, dan berakhir di Mina yang dulu disebut Armina, tapi kini sebutannya diubah menjadi Armuzna. Tujuan kunjungan adalah untuk meninjau kesiapan lokasi tersebut.
Rombongan yang terdiri dari tiga kendaraan, satu bis kecil, sebuah MPV besar, dan mobil van berukuran sedang tiba sekitar pukul 10.30an. Udara panas dan kering langsung menyengat begitu keluar dari mobil yang berpendingin udara. Ketika dicek melalui aplikasi Cuaca, suhu mencapai 36 derajat celcius. Bagi orang Indonesia yang merasa suhu 31-32 derajat celcius sudah merasa kepanasan, suhu di atasnya itu sudah terasa menyiksa, padahal suhu masih bisa naik di atas 40, bahkan bisa mencapai 50 derajat celcius.
Tak ingin berlama-lama di ruang terbuka yang terik, beberapa orang segera menepi untuk berteduh di pepohonan yang di tanam berjejeran yang ujung-ujung rantingnya bertemu antara satu pohon dengan lainnya. Kawasan Arafah sudah ditata seperti sebuah kompleks, terdapat jalan cukup lebar yang membagi lokasi tersebut dalam berbagai blok. Pagar yang terbuat dari besi menjadi pembatas antara jalan dengan kemah-kemah yang sudah dibikin permanen. Jamaah haji ditempatkan dalam blok-blok tertentu menurut asal negaranya. Di dalam blok, terdapat jalanan yang lebih kecil dan lorong-lorong yang sisi kiri dan kanannya ditanami pohon. Lorong tersebut memisahkan satu tenda dengan tenda lainnya.
Tenda-tenda berwarna putih dengan ukuran lebar siap menampung puluhan jamaah itu masih terlihat berantakan. Di dalam tenda, semuanya masih dalam kosong melompong. Hanya gundukan tanah yang belum rata. Sudah dua tahun tidak ada wukuf dalam jumlah yang normal sebesar 2,5 jutaan jamaah haji seperti biasanya. Terdapat beberapa pekerja yang melakukan pembersihan, namun jumlahnya tidak terlalu banyak.
Tahun ini, kemungkinan besar wukuf akan dilaksanakan Jumat, 8 Juli 2022. Wukuf pada hari Jumat disebut sebagai haji akbar karena memiliki nilai yang berbeda. Dalam kondisi normal, banyak orang berkeinginan untuk dapat beribadah haji pada haji akbar, namun pemerintah Saudi masih melakukan pembatasan. Kepastian hari wukuf masih menunggu hasil rukyatul hilal sebagaimana penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri.
Setiap tenda selalu dilengkapi dengan penyejuk ruangan berukuran besar yang diletakkan di samping tenda dan terlihat menonjol. Udara dingin menjadi kebutuhan krusial mengingat suhu udara di luar yang panas. Pelaksanaan haji dari tahun ke tahun semakin nyaman seiring dengan perkembangan teknologi.
Selama di Armuzna, semua kebutuhan konsumsi, transportasi, dan akomodasi diserahkan kepada syarikah. Terdapat 43 syarikah yang melayani berbagai kebutuhan tersebut. Dulu mereka disebut maktab-maktab yang secara turun-temurun melayani jamaah haji.
Sebagai negara dengan kuota haji terbesar di dunia, pemerintah Indonesia ingin memastikan bahwa semuanya berjalan dengan baik. Apalagi jamaah calon haji telah menunggu selama bertahun-tahun untuk bisa menunaikan rukun Islam yang kelima ini. Kepala Daerah Kerja Makkah Muhammad Khanif melakukan pemeriksaan berbagai layanan yang nanti perlu disiapkan. Ia telah beberapa tahun terlibat dalam Panitia Pelaksana Ibadah Haji (PPIH) Indonesia sehingga ia memiliki pengalaman dan memahami situasi di lapangan.
"Kita lihat saat ini belum 100 persen, tapi memang saat ini sedang disiapkan. Kita lihat sudah banyak AC-AC yang dipasang," kata Muhammad Khanif.
Khanif menyampaikan, sudah dilakukan pertemuan dengan maktab-maktab atau sekarang disebut sebagai syarikah. Namun, syarikah belum menjelaskan secara detail peningkatan fasilitas apa yang diberikan di Arafah.
Perjalanan pun berlanjut ke area Muzdalifah. Tak banyak yang bisa dilihat di situ. Hanya sebuah dataran agak tinggi yang kiri kanannya dipenuhi dengan gunung-gunung gersang yang menjulang ke atas. Tidak ada tenda-tenda permanen sebagaimana di Arafah. Hanya ada tenda darurat dan fasilitas toilet, yang hari itu juga belum dapat digunakan. Sesuai dengan fungsinya, sebagai tempat pengambilan batu untuk jumrah, di lokasi tersebut telah disediakan batu-batu kecil yang nantinya bisa diambil oleh para jamaah haji.
Terakhir, rombongan bergerak ke Mina. Wilayah ini dipenuhi dengan tenda-tenda sempit yang dibuat berjejer memanjang. Di dalamnya terlihat ranjang susun yang belum tertata rapi. Sejumlah pekerja berwajah Asia Selatan melakukan berbagai pembenahan.
Kawasan Mina menjadi titik krusial pelaksanaan ibadah haji. Sejumlah tragedi yang memakan korban jiwa beberapa kali terjadi di kawasan Mina. Mengingat sempitnya wilayah ini sementara jamaah haji semakin besar jumlahnya seiring dengan bertambahnya umat Islam, ulama Saudi kemudian berijtihad menambah luas wilayah Mina yang kini disebut sebagai Mina Jadid.
Aktivitas pekerja di Mina tampak lebih hidup. Di berbagai sisi, terlihat para pekerja melakukan sesuatu. Mobil-mobil berlalu-lalang membawa material yang dibutuhkan.
"Kita lihat di sini (Mina) tenda-tenda juga sudah mulai rapi, kemudian toilet juga modern, tidak seperti zaman dulu lagi. Jamaah yang paling penting harus menyiapkan fisik agar bisa melaksanakan puncak haji," tutur Muhammad Khanif.
Panas yang menyengat di Arafah, Muzdalifah, dan Mina menyebabkan rasa haus tidak tertahankan. Sebentar-bentar, air kemasan mesti diminum. Pementauan tiga wilayah yang hanya berlangsung selama sekitar dua jam sudah membuat tubuh terasa capek. Fisik yang kuat mesti disiapkan mengingat aktivitas puncak haji berlangsung selama lima hari. Berdasarkan data tahun-tahun sebelumnya, pada masa puncak musim haji itulah, tingkat kematian jamaah juga mencapai puncaknya pula.
Haji adalah ibadah yang membutuhkan kesiapan mental, finansial, hingga kemampuan fisik yang prima. Mengingat beratnya proses itulah, mereka yang menuntaskan ritual tersebut mendapatkan gelar haji. Karena itulah haji menjadi penyempurna rukun Islam.
Pewarta: Achmad Mukafi Niam
Editor: Kendi Setiawan