Pendidikan di Tiongkok Menjadi Faktor Pesatnya Teknologi
Kamis, 28 Maret 2024 | 23:45 WIB
Roadshow Seminar PCINU Tiongkok di Convention Hall Lt.2 kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa (26/3/2024). (Foto: istimewa)
Yogyakarta, NU Online
Tuntutlah ilmu walau ke negeri China.
Ada yang mengatakan kalimat itu sebuah hadits tapi sebagian mengatakan itu bukan. Hadits atau bukan, kalimat itu sudah menjadi memori kultural bagi umat Islam bahwa China itu menjadi sangat penting artinya di masa lalu dan pastinya memiliki satu posisi yang sangat luar biasa kenapa sampai muncul kalimat itu.
Hal itu disampaikan pengurus Muslimat Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta Himayatul Ittihadiyah, saat membuka acara Roadshow Seminar Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok di Convention Hall Lt.2 kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa (26/3/2024).
Menanggapi hal tersebut, Wakil Rais Syuriyah PCINU Tiongkok Budy Sugandi, mengatakan bahwa itu memang hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman no 1612.
"Tentang mencari ilmu ke negeri China itu memang hadits. Buya Said Aqil Siroj juga pernah menyampaikan kala itu," ucap Budy.
Pihaknya mengatakan telah mengamati dari berita-berita dan masyarakat memang ada spirit yang imbang antara pemerintah dalam menjalankan profesionalisme untuk memberikan kebijakan-kebijakan termasuk ketika bicara riset. "Di China ada prioritas untuk berkolaborasi untuk melakukan semacam penta helix antara pemerintah, kampus dan masyarakat," ucap Budy.
Menurutunya, dalam hal ketekunan, orang China itu patut diacungi jempol. Spirit kerjanya seperti tidak mengenal jam. "Itulah kenapa ketika ada investor dari China mereka lebih suka membawa orang-orang mereka sendiri karena mereka tahu bagaimana kerja mereka," lanjutnya.
Dosen Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, Moh Khoerul Anwar, menambahkan beberapa perbedaan China dan Indonesia.
"China dan Indonesia meskipun secara kultur sama budaya Timur tapi pola asuhnya berbeda, dan saya mengkaji tentang budaya itu. Antara pola satu yakni budaya itu berkaitan dengan pola kedua budaya," ucap Khoerul.
Orang China menganggap semakin tinggi pendidikan anaknya, semakin mampu menyekolahkan anaknya maka dia semakin sukses.
"Meskipun orang tuanya dari kalangan biasa, sopir dan ibu rumah tangga misalnya. Mereka tetap akan menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin artinya semakin tinggi pendidikan anak maka semakin hebat untuk ke depan karena China mengagung-agungkan pendidikan," papar Khoerul.
Rais Syuriyah PCINU Tiongkok, Ahmad Syaifuddin Zuhri menyebutkan data tahun 2019, ada setengah juta pelajar Indonesia yang menempuh pendidikan di Tiongkok.
"Ada yang jalur mandiri, dan sebagian jalur beasiswa. Kebanyakan yang melalui jalur beasiswa itu memang untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia," ucapnya.
Dia menegaskan strategi diplomasinya mengundang pelajar asing ke negaranya, dan jika telah lulus justru mereka akan diarahkan untuk kembali ke negaranya masing-masing. "Di negara China, jumlah pelajar asing terbanyak yakni Korea, kemudian kedua ada Amerika Serikat, sedangkan Indonesia berada di peringkat ke-7," lanjut Zuhri sapaan akrabnya.
Dekan Fakultas Adab dan Budaya UIN Sunan Kalijaga Prof Muhammad Wildan mengajak mahasiswanya untuk banyak belajar tentang China baik dari narasumber langsung maupun dari buku seperti Santri Indonesia di Tiongkok.
"Ini buku yang menarik, buat adik-adik mahasiswa yang mau menempuh pendidikan di sana jadi tahu kondisi sebenarnya, terutama yang Muslim. Kalau kita nyaman, tentunya akan menjadikan semangat," ucap Prof Wildan.
Roadshow Seminar dan Diskusi Buku Santri Indonesia di Tiongkok ini merupakan rangkaian kegiatan program tahunan Nihao Ramadhan 2024 di 6 kota yakni Kendal, Banda Aceh, Pontianak, Yogyakarta, Indramayu, dan Mataram, yang diselenggarakan oleh PCINU Tiongkok dalam rangka menyemarakkan hari lahir ke-101 NU.
Kontributor: Nazlal F Kurniawan