Internasional

Setelah Dua Tahun Berperang, Paramiliter Sudan Setujui Usulan Gencatan Senjata

Jumat, 7 November 2025 | 11:00 WIB

Setelah Dua Tahun Berperang, Paramiliter Sudan Setujui Usulan Gencatan Senjata

Pengungsi dari El-Fasher mengantre bantuan makanan di Omdurman. (Foto: UNHCR)

Jakarta, NU Online

Pasukan Paramiliter Sudan (Rapid Support Forces/RSF) menyetujui proposal dari Amerika Serikat dan negara-negara Arab untuk gencatan senjata kemanusiaan pada Kamis (6/11/2025).


"Pasukan Dukungan Cepat (RSF) juga berharap untuk mengimplementasikan perjanjian tersebut dan segera memulai diskusi tentang pengaturan untuk penghentian permusuhan dan prinsip-prinsip dasar yang memandu proses politik di Sudan," demikian pernyataan RSF sebagaimana dilaporkan Al Arabiya.


Dalam pernyataan tersebut, RSF juga terbuka untuk perundingan tentang penghentian permusuhan yang telah mengorbankan banyak rakyat sipil di Sudan. Sementara itu, Tentara Sudan belum memberikan tanggapan terkait pernyataan ini.


Beberapa proposal gencatan senjata antara RSF dan tentara Sudan (Sudanese Armed Force/SAF) telah berulang kali disetujui selama perang yang telah berlangsung sejak 2023.


Kendati demikian, proposal-proposal tersebut tidak ada yang berhasil diterapkan dan konflik terus berlangsung dalam 2,5 tahun terakhir. Proposal gencatan senjata kali ini melibatkan pihak Amerika Serikat, Arab Saudi, Mesir, dan Persatuan Emirat Arab (PEA) sebagai empat mediator.


Pengumuman gencatan senjata ini muncul kurang dari dua minggu setelah RSF mengambil alih kota el-Fasher yang dilanda kelaparan dan mengambil kendali atas wilayah Darfur yang luas di Sudan bagian barat.


Hiba Morgan dari Al Jazeera mengatakan bahwa rencana ini akan dimulai dengan gencatan senjata kemanusiaan selama tiga bulan yang dapat membuka jalan bagi solusi politik yang komprehensif dan akan mencakup pemerintahan sipil baru.


"RSF mengatakan bahwa mereka ingin menemukan semacam akhir dari konflik dua tahun ini,” kata Morgan tentang kesepakatan kelompok tersebut terkait gencatan senjata.


RSF disebut telah melakukan tindakan kejam termasuk di antaranya eksekusi singkat, serangan terhadap warga sipil di sepanjang rute pelarian, dan penggerebekan dari rumah ke rumah.


Selain itu, dinyatakan adanya tindakan kekerasan seksual, khususnya terhadap wanita dan anak perempuan. Akibat peristiwa ini setidaknya 2.000 orang meninggal dunia di wilayah el-Fasher.


Perang antara tentara Sudan dan RSF meletus pada April 2023 ketika kedua pasukan, yang saat itu merupakan mitra berkuasa, berselisih mengenai rencana untuk mengintegrasikan pasukan mereka.


Konflik tersebut telah menghancurkan Sudan, menewaskan puluhan ribu orang, menyebabkan kelaparan menyebar di seluruh negeri, dan membuat jutaan orang mengungsi.