Jabar

Bukan Sekadar Mendapatkan Panen Melimpah, Bertani Juga Menambah Nilai Ibadah

Ahad, 2 November 2025 | 09:00 WIB

Bukan Sekadar Mendapatkan Panen Melimpah, Bertani Juga Menambah Nilai Ibadah

Ketua STAI Al-Masthuriyah KH Abubakar Sidik saat menjadi narasumber di Halaqah Ketahanan Pangan dan Ekologi Lingkungan PWNU Jabar. (Foto: NU Online Jabar/Agung Gumelar).

Kota Bandung, NU Online Jabar
Halaqah Ketahanan Pangan dan Ekologi Lingkungan yang digelar Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat bertempat di Aula PWNU Jabar, Rabu (29/10/2025). Kegiatan tersebut menjadi rangkaian peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2025, bertajuk Pesantren sebagai Poros Peradaban Hijau.


Halaqah tersebut menghadirkan tiga narasumber utama yakni Ketua STAI Al-Masthuriyah KH Abubakar Sidik, Guru Besar Teknik Lingkungan ITB Edwan Kardena dan Ketua HKTI Jawa Barat Diyan Anggraini.


Dalam pemaparannya, KH Abubakar Sidik menegaskan bahwa bertani bukan sekadar urusan ekonomi, tetapi juga bentuk ibadah yang sarat nilai kehidupan. “Sekali menanam padi, bukan hanya padi yang hidup, tapi juga belut, serangga, burung, dan semua makhluk Allah ikut hidup. Barang siapa menghidupkan makhluk Allah, Allah akan menghidupkan dia,” ujarnya.


“Kalau gagal panen, petani tidak marah. Ia hanya berkata, ‘Ini takdir Gusti Allah. Karena yang menumbuhkan dan mematikan hanyalah Allah,” tambahnya.


Namun, ia juga menyoroti praktik pertanian modern yang kerap mengabaikan keseimbangan alam.


“Dulu papatong (capung), kupu-kupu, dan kunang-kunang masih banyak. Sekarang hilang karena pestisida. Padahal kalau burung makan padi, itu sedekah,” tutur Kiai yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua PWNU Jawa Barat tersebut.


Menurutnya, semakin banyak tanaman tumbuh, semakin banyak pula makhluk yang bertasbih kepada Allah. “Menanam bukan sekadar mencari hasil, tapi menambah dzikir di muka bumi,” tegasnya.


Kiai yang akrab disapa Kang Bakang tersebut berharap dukungan kebijakan dan pembiayaan bagi pesantren dalam mengembangkan gerakan ketahanan pangan.


Sementara itu, Edwan Kardena mengingatkan bahwa kekuasaan dunia kini kembali berporos pada tanah. “Dulu kekuasaan ada pada tanah, berpindah ke manusia, lalu ke ilmu pengetahuan. Ke depan, dunia akan kembali ke pola lama: siapa yang menguasai tanah, dialah yang menguasai dunia,” jelasnya.


Selengkapnya klik di sini.