Konflik Agraria Terus Ada, Kerugian Selalu di Pihak Petani
NU Online · Kamis, 25 September 2025 | 07:00 WIB
M Fathur Rohman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Wakil Ketua DPR RI Saan Mustopa menegaskan komitmen lembaga legislatif untuk berpihak kepada petani dan masyarakat desa dalam memperjuangkan keadilan agraria. Menurutnya, persoalan agraria merupakan konflik klasik yang terus berulang dan merugikan petani.
“Komitmen yang disampaikan oleh kawan-kawan dari KPA maupun SPP dengan kami di DPR ini sama. Kita ingin persoalan yang dihadapi petani dan masyarakat desa bisa terselesaikan dengan baik dan cepat,” ujarnya dalam pertemuan dengan beberapa menteri serta audiensi DPR RI bersama Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Serikat Petani Pasundan (SPP) dikutip NU Online dari TV Parlemen Rabu (24/9/2025).
“Kenapa ini penting? Karena secara sosiologi konflik tanah selalu ada. Kalau tidak dikelola dan ditata dengan baik, konflik-konflik ini akan terus muncul, dan yang selalu dirugikan adalah rakyat petani,” tegas Politikus Partai NasDem ini.
Ia juga menyinggung komitmen Presiden Prabowo Subianto yang kerap mengutip Pasal 33 UUD 1945 dalam setiap pidatonya.
“Dari sisi komitmen, keberpihakan, dan kemauan, ini sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Tinggal bagaimana kita menjalankannya agar apa yang disampaikan teman-teman KPA maupun SPP bisa segera kita bereskan,” jelasnya.
Saan menekankan pentingnya kerja bersama lintas kementerian dan lembaga.
“Kalau masih ada ego sektoral di masing-masing kementerian, maka persoalan agraria tidak akan pernah selesai. Ada kehutanan, agraria tata ruang, KKP, ESDM, pertanian, semua harus kolaboratif,” ungkapnya.
Menutup pernyataannya, ia berharap momentum Hari Tani Nasional mampu menjadi titik awal penyelesaian berbagai persoalan agraria.
“Mudah-mudahan Hari Tani Nasional ini menjadi sejarah awal kita menyelesaikan berbagai persoalan yang ada. DPR berterima kasih kepada semua pihak yang sudah memberikan perhatian,” pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal KPA Dewi Sartika menilai penyelenggara negara justru gagal menunaikan kewajiban kepada rakyat. Menurutnya, konflik agraria terus meluas dari Sumatra hingga Papua, meneteskan darah dan air mata rakyat.
“Konflik agraria berupa perampasan tanah dan pengusiran rakyat dari tanah-airnya yang berlangsung di berbagai tempat menandakan adanya kejahatan agraria, mulai dari korupsi agraria dan sumber daya alam; monopoli penguasaan tanah, kebun, hutan dan tambang, pengkaplingan laut-pulau-pulau kecil, eksploitasi kekayaan alam secara membabi-buta, perusakan alam dan lingkungan oleh segelintir konglomerat,” ujarnya.
Dewi menyebut aksi demonstrasi petani merupakan akumulasi kemarahan terhadap negara yang tak pernah berpihak.
“Sampai dengan hari ini Presiden dan DPR RI gagal menjawab akar masalah yang menyebabkan Rakyat putus asa dan marah,” ungkapnya.
Ia menekankan, ketimpangan penguasaan tanah menjadi sumber kesenjangan sosial-ekonomi.
“Ketimpangan tersebut telah menciptakan kesenjangan sosial-ekonomi yang semakin melebar antara Rakyat kecil yang miskin dengan sekelompok orang super kaya dan bahkan yang menguasai politik di Indonesia,” ujarnya.
KPA mendesak Presiden dan DPR segera melakukan perbaikan menyeluruh di bidang agraria dan sumber daya alam. Langkah itu antara lain redistribusi tanah sesuai UUPA 1960, percepatan penyelesaian konflik, pembentukan Badan Pelaksana Reforma Agraria, hingga penyusunan RUU Reforma Agraria.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua