Longsor Cilacap, Banser Tagana Dikerahkan Bantu Evakuasi Korban yang Masih Tertimbun
Senin, 17 November 2025 | 06:30 WIB
Cilacap, NU Online
Dalam gelap malam yang diterpa hujan deras pada 13 November 2025, tebing perbukitan di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kebupaten Cilacap, Jawa Tengah runtuh. Longsor tiba-tiba itu menimbun puluhan rumah dan membuat kegaduhan di komunitas lokal.
Saat selamat dan hilang masih menjadi angka-angka yang berganti setiap harinya, muncul sosok Banser yang sigap turun sebagai salah satu barisan paling awal di lapangan.
Satuan Khusus Banser Tanggap Bencana (Bagana) segera dikerahkan untuk ikut membantu evakuasi korban tertimbun bersama relawan dari berbagai latar seperti BPBD, TNI-Polri, hingga komunitas lokal.
Kepala Satuan Koordinator Wilayah (Kasatkorwil) Banser Jawa Tengah, M. Azil Maskur, menjelaskan bahwa dukungan Banser bukan hanya dari Cilacap, melainkan juga dari daerah-daerah sekitar.
Personel dari Wonosobo (6 orang), Kebumen, Jepara, Brebes (5 per shift), dan bahkan dari Bantul, DIY (2 personel) dikerahkan. Sementara itu, di Cilacap lokal sendiri, sekitar 200 personel Banser dikerahkan setiap hari.
“Ini bukan hanya soal membantu evakuasi, tapi soal hadir di kala saudara-saudara kita butuh pertolongan paling cepat,” kata Azil, Ahad (16/11/2025) diberitakan NU Online Jateng.
Sejak hari pertama bencana, Azil dan Kasatkorcab Banser Cilacap berkoordinasi langsung dengan Bupati Cilacap dan unsur Forkopimda.
Mereka mengorganisir komando lapangan, mengarahkan rekannya, dan mengatur strategi evakuasi di medan yang sulit.
Banser, melalui Bagana, ikut dalam misi menyisir area longsoran, mengevakuasi korban, dan menjaga komunikasi antara tim SAR, warga, dan instansi pemerintah.
Di tengah medan yang penuh lumpur, kontur tanah yang labil, dan potensi longsor susulan, peran mereka sangat krusial.
“Kami harus kerja keras, tapi juga sangat berhati-hati,” ujar salah satu relawan Banser di lokasi.
Fakta Terbaru Longsor Cilacap
Beberapa fakta dan data terkini tentang longsor di Majenang, Cilacap antara lain;
- Longsor terjadi di malam hari, 13 November 2025, setelah hujan deras mengguyur wilayah Majenang.
- Titik terdampak berada di beberapa dusun: Cibeunying, Tarukahan, dan Cibuyut.
- Jumlah rumah yang tertimbun cukup besar: 12 rumah disebut rusak atau tertimbun longsor.
- Korban: menurut data sementara, ada 46 orang terdampak.
- Dari jumlah itu, 23 orang selamat.
- Ada 3 orang meninggal (pembaruan beberapa laporan menyebutkan hingga 11 orang meninggal; data masih dalam proses identifikasi).
- Sekitar 20 orang hilang / tertimbun dan masih dalam pencarian oleh tim SAR gabungan.
- Tantangan pencarian korban cukup besar: medan sulit, kontur tanah labil, hujan masih berpotensi terjadi.
- Respons dari BNPB sangat cepat: mengerahkan 512 personel gabungan (Basarnas, TNI-Polri, relawan) serta alat berat (10 unit) dan anjing pelacak (K-9).
- Pos bantuan telah didirikan di lokasi: dapur umum, pos kesehatan, dan klaster kebencanaan sudah aktif melayani warga terdampak dan tim SAR.
- BPBD dan BNPB terus mengimbau warga di zona rawan untuk waspada potensi longsor susulan, apalagi dengan prakiraan hujan hingga Ahad, 16 November 2025 di wilayah Majenang.
- Untuk pencarian, area dibagi menjadi 5 worksite (regu), agar proses pencarian bisa lebih terfokus dan cepat.
Makna dan Harapan
Kolaborasi antara Banser (melalui Bagana) dan berbagai relawan serta lembaga SAR menunjukkan bahwa di momen krisis, kekuatan solidaritas sangat nyata.
Banser tidak hanya menerjunkan kekuatan fisik, tetapi juga komando moral, kehadiran sebagai pendamping warga yang kehilangan rumah, kerabat, atau rasa aman.
Di sisi lain, bencana tersebut mengingatkan kita betapa rapuhnya sejumlah permukiman di kawasan rawan longsor, terutama di perbukitan dengan curah hujan tinggi.
Data dan respons cepat dari BNPB dan pihak lokal penting, tetapi mitigasi jangka panjang seperti pemantauan batang perbukitan, peringatan dini, dan edukasi warga tetap krusial agar tragedi seperti ini bisa diminimalkan di masa depan.
Banser, dengan semangat layanan dan kegotongroyongan, bisa menjadi bagian dari mitigasi tersebut tidak hanya saat bencana datang, tetapi juga dalam persiapan sebelum bencana terjadi, dengan penyuluhan dan pelatihan kesiapsiagaan di komunitas.