Jatim

Kick Off Hari Santri PWNU Jatim, Prof Nuh Ulas 4 Unsur Penguat Human Capital NU

Senin, 20 Oktober 2025 | 06:00 WIB

Kick Off Hari Santri PWNU Jatim, Prof Nuh Ulas 4 Unsur Penguat Human Capital NU

Rais PBNU Prof H Mohammad Nuh, saat Kick Off Hari Santri 2025 PWNU Jatim di Auditorium Unusa, Ahad (19/10/2025). (Foto: dok NU Online Jatim)

Surabaya, NU Online

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim melaksanakan Kick Off Hari Santri 2025 di Auditorium Unusa, Ahad (19/10/2025). Dalam kesempatan ini, Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof H Mohammad Nuh, menegaskan bahwa human capital merupakan kunci utama dalam membangun peradaban.

 

Ia menjelaskan, untuk memperkuat human capital di tubuh Nahdlatul Ulama (NU) hendaknya memperhatikan empat hal, yaitu pesantren, perguruan tinggi, rumah sakit, dan penguatan ekonomi.

 

“Di samping pesantren yang harus kita dorong kemajuannya, ada pula perguruan tinggi umum yang perlu kita kuasai. Namun, itu saja belum cukup. Dua titik hanya membentuk garis, belum menjadi tempat tinggal yang utuh. Karena itu, kita perlu satu titik lagi, yaitu bidang kesehatan,” ungkap Prof Nuh diberitakan NU Online Jatim.

 

Eks Menteri Pendidikan itu menyampaikan, sebagaimana tema besar Hari Santri 2025, kunci peradaban sesungguhnya terletak pada human capital. Ia menyebut pabrik human capital ada di pondok pesantren, lembaga pendidikan, dan dunia kesehatan.

 

“Kalau pesantren dan pendidikan umum digandeng menjadi satu, di sinilah pabrik human capital itu terbentuk. Jika ditambah dengan kesehatan dan ekonomi, maka kita akan memiliki tempat tinggal peradaban yang indah,” jelasnya.

 

Prof Nuh juga menceritakan bagaimana NU membangun jaringan perguruan tinggi sebagai bagian dari ikhtiar memperkuat human capital.

 

“Waktu itu kami mendirikan sekitar 22 atau 23 Universitas Nahdlatul Ulama (UNU). Pertama adalah UNU Cirebon, kemudian Unusia, Unusa, dan dilanjutkan dengan UNU-UNU lainnya,” ujarnya.

 

Mantan Ketua Dewan Pers itu mengakui bahwa mendirikan universitas atau kampus tidaklah mudah. Menurutnya proses tersebut perlu terus dilakukan meskipun punya banyak tantangan.

 

“Kami sadar betul, paling banter ada tiga kemungkinan. Pertama, ketika lahir langsung mati atau namanya RIP University. Kedua, hidup tapi tidak berkembang atau puntet. Tapi kami tidak ingin keduanya. Kami ingin yang ketiga, yaitu Develop University, universitas NU yang terus berkembang,” tegasnya.

 

Ia menambahkan, pengalaman tidak akan pernah diperoleh tanpa adanya keberanian untuk mencoba. Alhasil, Unusa menjadi kampus yang prestasinya melampaui usianya.

 

“Kita tidak akan punya pengalaman tanpa mencoba. Dari mencoba itu, kita belajar, dan akhirnya kita memiliki Unusa yang menjadi satu-satunya UNU dengan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Insyaallah 28 Oktober nanti izin itu akan keluar, dan kita punya dua program spesialis yaitu Spesialis Paru dan Obgyn,” pungkasnya.