Edukasi Spiritual dan Thibbun Nabawi untuk Pecandu Pornografi
Senin, 2 September 2024 | 11:00 WIB
Kecanduan pornografi menjadi masalah serius di berbagai belahan dunia dewasa ini. Bila tidak segera diatasi, penderitanya dapat mengalami gangguan kesehatan yang serius dan menimbulkan masalah sosial di masyarakat.
Namun, karena kurangnya pengetahuan, banyak orang yang tidak menyadari bahwa kecanduan pornografi adalah penyakit sehingga bahaya dari kondisi ini bersifat laten.
Uniknya lagi, kecanduan pornografi menyebabkan efek yang menyerupai ketergantungan obat. Dengan kata lain, ada kemiripan antara dampak buruk yang dialami oleh seseorang yang ketagihan pornografi dengan penyalahgunaan obat.
Bagian otak yang mengalami kerusakan ketika kecanduan pornografi ternyata sama dengan bagian otak yang rusak pada penyalahguna narkotika dan obat-obat berbahaya.
Bagian otak mana yang terpengaruh oleh pornografi? Bagaimana kecanduan pornografi dapat berefek seperti narkoba? Bagaimanakah solusinya berdasarkan edukasi spiritual dan Thibbun Nabawi?
Stimulus pornografi masuk ke sistem limbik di otak. Area limbik merupakan otak emosional yang mengatur suasana hati, emosi, syahwat, perasaan sedih, was-was, dan amarah. Kerusakan pada area limbik menyebabkan gangguan berpikir, mengambil keputusan, dan perilaku kekerasan.
Baca Juga
LBM NU Jabar: Lihat Gambar Porno Haram
Ketika rangsangan pornografi merasuki sistem limbik, ini akan merangsang hormon dopamin seperti ketika seseorang mengonsumsi narkoba. Efeknya akan menimbulkan kecanduan, dan pada saat yang bersamaan, tubuh mengeluarkan hormon kenikmatan seperti yang muncul ketika orang sedang berhubungan intim. Akibatnya, terjadi kerusakan yang merambat hingga ke otak bagian depan.
Otak bagian depan sesungguhnya merupakan pusat pengendalian perilaku dan kepribadian sehingga mempengaruhi kemampuan intelektual otak untuk menyerap pengetahuan.
Oleh karena itu, ketika terjadi kerusakan di bagian ini, perlu dilakukan penataan ulang aspek kognitif dalam bentuk edukasi spiritual untuk mengarahkan individu yang kecanduan pornografi menuju perbaikan perilaku. Dalam konsep Islam, upaya ini sering disebut sebagai tazkiyatun nafs atau penyucian jiwa, yaitu menghilangkan akhlak buruk serta mengisinya dengan akhlak yang mulia.
Penelitian yang dilakukan oleh konselor di Malaysia telah menerapkan konsep tazkiyatun nafs ini untuk pecandu pornografi. Pecandu memerlukan bantuan orang lain yang berpengalaman sebagai konselor untuk mengarahkan upaya yang dilakukannya, persis seperti seorang murid yang dididik oleh guru spiritualnya. Bila ditelaah, konsep edukasi spiritual ini erat kaitannya dengan laku sufistik atau thariqah yang sangat bermanfaat untuk membersihkan hati.
Pasien diajari oleh konselor untuk menata ulang perilakunya dengan beberapa tahapan. Pertama yang dilakukan adalah membiasakan mengucapkan zikir lâ ḫaula walâ quwwata illâ billâh dan kalimat istighfar (Ali dkk, Pornography Addiction Issue: A Counselor’s Experience in Handling Interventions Using Islamic Cognitive Behavioral Theory [I-CBT], [International Journal of Academic Research in Business & Social Sciences, 2024], halaman 993-1000).
Kedua zikir ini termasuk yang ringan untuk diucapkan tetapi maknanya sangat dalam, sehingga mampu mempengaruhi jiwa seseorang. Tahapan selanjutnya setelah zikir mampu membersihkan akhlak yang buruk adalah mengalihkan imajinasi dari hal-hal yang buruk menjadi kemampuan membayangkan yang baik-baik seperti keindahan surga. Ketika itulah, pecandu pornografi diedukasi agar termotivasi kelak benar-benar masuk surga dengan cara melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Tahapan penting dalam edukasi spiritual untuk kecanduan pornografi selanjutnya adalah metode pengulangan secara sistematik untuk menanamkan keyakinan dalam diri. Sebagai contoh, pasien diyakinkan secara berulang bahwa usahanya untuk lepas dari jerat pornografi adalah upaya untuk meningkatkan derajat di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian, kesadaran akan muncul bahwa ujian yang sedang dialami akan diterima dengan ikhlas dan sukarela.
Hal lain yang mendukung keberhasilan proses edukasi untuk mengentaskan kecanduan pornografi adalah menyediakan sosok figur yang bisa diteladani. Apabila pecandu adalah laki-laki Muslim maka gambaran Rasulullah dihadirkan sebagai contoh teladan yang positif, sedangkan bila pasien adalah Muslimah maka contoh perempuan yang baik seperti Sayyidah Khadijah menjadi pilihan yang cocok. Bila pecandu adalah pasutri maka kedua teladan tersebut tetap relevan untuk diedukasikan riwayatnya.
Proses selanjutnya adalah tahapan penugasan untuk melatih kedisiplinan seperti berpuasa Senin dan Kamis. Selain itu, merutinkan zikir-zikir yang telah dilatih sebelumnya juga perlu dijaga agar pasien selalu memiliki ingatan yang positif. Setelah melakukan riyadhah dengan sungguh-sungguh, maka relaksasi seperti melihat pemandangan alam yang indah dapat menjadi penyeimbang kerasnya upaya latihan yang telah dilakukan.
Sejumlah aktivitas ibadah menjadi pilihan terbaik sebagai puncak upaya untuk melepaskan diri dari kecanduan pornografi. Aktivitas shalat yang sarat dengan zikir sangat esensial untuk menenangkan diri sekaligus memiliki efek seperti meditasi. Hal ini bersesuaian dengan yang diungkapkan oleh Al-Hafiz Adz-Dzahabi dalam kitabnya ath-Thibbun Nabawi tentang manfaat shalat setelah membahas tentang maniak atau kegilaan untuk menuruti keinginan seksual.
“Para dokter menyebutkan bahwa kegilaan untuk menuruti aktivitas seksual yang berlebihan merupakan penyebab terjadinya maniak yang dominan pada laki-laki sehingga mampu merusak akalnya sebagaimana peringatan yang diberikan oleh Nabi: ‘Aku belum pernah melihat sesuatu pun yang lebih mampu melemahkan akal sehat dan agama seorang laki-laki daripada salah seorang di antara kalian, wahai kaum wanita.’ Selanjutnya Nabi dengan tegas menyatakan tuntutan mengenai kewajiban melaksanakan shalat dan Beliau menekankan bahwa seorang hamba Allah harus membebaskan pikirannya dari hal-hal yang nista dan kecenderungan perbuatan keji.” (Al-Hafizh ad-Dzahabi, Thibbun Nabawi, [Beirut: Dar Ihya-ul ‘Ulum, 1990], halaman 51-52).
Pornografi merupakan hal yang keji dan akhlak yang nista sehingga pendekatan Thibbun Nabawi berupa terapi shalat untuk kecanduan pornografi juga relevan untuk diterapkan. Bagi kaum Muslimin, selain shalat wajib 5 waktu ada shalat yang sangat bermanfaat untuk membebaskan diri dari belenggu kecanduan pornografi yaitu shalat sunnah taubat yang berangkat dari keinginan kuat untuk berubah.
Penelitian studi kasus yang dilakukan oleh Ali dkk dari Malaysia menyebutkan bahwa pasien wanita yang mengalami kecanduan pornografi dapat diterapi dengan shalat taubat dan rangkaian amal saleh lainnya. Upaya ini perlu dilakukan dengan kesadaran penuh sehingga disebut sebagai taubat nasuha.
Selain itu, shalat taubat yang dilakukan secara rutin perlu disertai dengan amal saleh yang wajib maupun yang sunnah seperti bersedekah dan membayar zakat serta bersyukur setelah mendapatkan anugerah (Ali dkk, Pornography Addiction: A Case Study, [International Journal of Academic Research in Business & Social Sciences, 2022], halaman 306-325).
Secara umum, shalat merupakan ibadah yang memuat pertobatan sehingga ketika dirutinkan akan menangkal keinginan untuk mengulangi aktivitas menyaksikan pornografi yang dapat muncul sewaktu-waktu. Zakat, infak, dan sedekah juga dapat mengoptimalkan otak bagian depan sehingga dapat mengembalikan fungsi dan perannya untuk mencari jalan keluar dari permasalahan akibat kecanduan pornografi.
Pecandu pornografi yang beragama Islam sering terjebak dalam rasa bersalah dan berdosa sehingga terjadi depresi dalam ketakutan yang memblokir jalur cerdas di otaknya.
Otaknya yang tertutup tidak mampu menyelesaikan masalah itu sehingga semakin terjebak untuk mengulangi aktivitas negatifnya lebih lama. Zakat, infak, dan sedekah akan membuka blokade mental ini sehingga jalur cerdas pada otak akan siap untuk menerima solusi di bawah bimbingan praktisi eduksi spiritual.
Seiring dengan kompleksitas penyebab kecanduan pornografi, maka akar masalah harus diidentifikasi secara personal. Kesungguhan untuk berubah dari pasien atau klien menjadi kunci keberhasilan terapi. Konselor dari kalangan psikolog maupun dokter ahli jiwa juga perlu dilibatkan dalam upaya untuk mengentaskan pecandu pornografi dari kebiasaan buruknya. Wallahu a’lam bis shawab.
Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti farmasi