Dokter Yudhistyra Putra saat menangani pasien di RSI Siti Hajar, Sidoarjo, Jatim. (Foto: NU Online/M Kholidun)
Sesak napas merupakan kondisi di mana ketika paru-paru tidak mendapatkan asupan oksigen yang cukup, sehingga napas menjadi lebih cepat, pendek dan rasanya memburu. Jadi, ketika sesak napas ada penyempitan saluran pernapasan pada bronkus, yaitu cabang paru-paru atau alveoli seperti kantong di paru-paru.
Ia menjelaskan, banyak yang mengira kalau sesak napas itu sudah pasti gejala asma. Padahal belum tentu. Masalah pernapasan ini bisa diakibatkan oleh banyak hal lainnya. Maka, orang yang tidak punya asma pun bisa saja mengalami sesak napas.
“Biasanya jika terjadi sesak napas, orang akan berkumpul. Maka oksigen di sekitar akan berkurang. Berikan ruang yang luas dan tenang, lalu langkah selanjutnya adalah membuat penderita berada dalam posisi yang ideal bagi mereka,” jelasnya.
Menurutnya, stres akan menekan pikiran menjadi sangat berat, kemudian membuat kapasitas paru-paru tidak seperti semula atau biasanya. Hal ini menyebabkan oksigen tidak bisa masuk ke tubuh dengan baik. Beberapa usaha yang dapat menurunkan tingkat stres seperti, membuat pikiran menjadi santai, melakukan olahraga ringan, menghindari panik, dan mengurangi stres sendiri.
Tak hanya itu, sambung Yudhistyra, sebuah penelitian menunjukkan kafein melemaskan otot-otot saluran napas penderita asma. Cara ini dapat meningkatkan fungsi paru hingga empat jam. Sambil mengatasi sesak napas, juga bisa menikmati kopinya.
“Perlu diingat, metode untuk mengatasi sesak napas ini bukanlah sebagai pengganti pengobatan utama, namun hanya membantu meringankan gejala saat sesak dirasakan,” urainya.
Editor: Ibnu Nawawi