Penularan Infeksi pada Anjing Peliharaan dalam Tinjauan Thibbun Nabawi
Sabtu, 21 Januari 2023 | 12:00 WIB
Anjing peliharaan sebagaimana hewan peliharaan lainnya dapat memiliki infeksi. (Ilustrasi: NU Online/freepik)
Wabah penyakit yang melanda manusia juga dapat mempengaruhi binatang. Bagai lingkaran siklus yang misterius, infeksi penyakit juga ada yang ditularkan dari manusia ke hewan maupun sebaliknya. Awal mula penularan penyakit yang bisa berpindah di antara kedua makhluk hidup itu seringkali tidak jelas. Namun, eksistensi manusia dalam mempertahankan hidup telah melahirkan berbagai upaya untuk mengatasi penyakit yang penyebarannya melibatkan binatang.
Saat muncul wabah penyakit seperti pandemi, perhatian terhadap kemungkinan penularan dari hewan peliharaan akan meningkat. Dari sekian banyak hewan peliharaan yang terdampak pandemi, anjing termasuk salah satu hewan yang memiliki rekam jejak cukup unik. Selain bisa terdampak pandemi, anjing juga bisa menularkan berbagai penyakit infeksi, termasuk yang dapat menyebabkan wabah.
Anjing yang dipelihara dan berdekatan dengan manusia dapat menularkan penyakit kepada manusia karena kedekatannya itu. Pada kondisi normal tanpa pandemi, anjing juga sering terbukti menjadi pembawa berbagai penyakit yang dapat berpindah ke manusia. Tidak kurang dari 27 penyakit yang disebabkan oleh bakteri maupun virus yang dapat ditularkan melalui anjing kepada manusia. Salah satu penyakit yang paling terkenal penularannya dari anjing adalah rabies atau anjing gila.
Agama Islam sangat mewaspadai perpindahan penyakit, terutama yang berasal dari anjing ke manusia. Dalam tinjauan thibbun nabawi ada beberapa tuntunan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mewaspadai anjing yang dapat menyebarkan penyakit. Sebagai contoh, ketika membahas tentang penyakit rabies, konsep thibbun nabawi yang mengikuti mazhab Syafi’i mengaitkan kenajisan air liur anjing dan upaya menyucikannya.
Dalam Kitab Thibbun Nabawi karya Al Hafiz Adz-Dzahabi, kewaspadaan terhadap penyakit infeksi dari anjing dibahas secara khusus sebagai berikut:
Baca Juga
Ini Pandangan Ulama Perihal Najis Anjing
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, jika anjing mencium salah satu wadah milikmu, maka basuhlah wadah itu tujuh kali, termasuk sekali dengan tanah. Dalam riwayat yang lain menyatakan tujuh kali basuhan dan yang pertama dengan tanah. Hal ini disebabkan karena racun pada anjing berpindah melalui air liurnya. Jadi, ketika seekor anjing menekankan hidungnya ke dalam suatu wadah, maka racun penyakitpun mendapati jalannya ke dalam wadah itu bersamaan dengan air liur, persis sebagaimana ia mendapati jalannya ke dalam tubuh ketika manusia tergigit.” (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, Dar Ihyaul Ulum, Beirut, 1990: halaman 262)
Hadits tersebut menyebutkan anjing, termasuk yang kondisinya sehat sekalipun, bekas ciumannya pada suatu wadah harus dibersihkan dengan cara khusus. Ada rahasia besar yang diberitahukan oleh Nabi kepada masyarakat agar dapat menghindari hal-hal yang merugikan dalam konteks tersebut.
Berdasarkan data WHO, banyak negara termasuk Indonesia sampai saat ini masih menghadapi masalah serius dalam menghadapi penyebaran rabies. Di beberapa daerah yang populasi anjingnya banyak, kasus penularan rabies akibat gigitan anjing masih terus berlangsung. Tidak hanya di Indonesia, sejak dahulu hingga sekarang banyak negara lain yang menghadapi masalah ini.
Dalam konteks pandemi kekinian, yaitu Covid-19, anjing juga perlu diwaspadai dalam hal keberadaan coronavirus. Berita yang sering disebarluaskan adalah tertularnya anjing dari pemiliknya yang mengalami Covid-19. Namun, ternyata ada penyakit yang dapat ditularkan oleh coronavirus dari anjing kepada manusia. Oleh karena itu, kemungkinan penyebaran penyakit yang mirip dengan Covid-19 dari anjing ke manusia tetap ada.
Sebagaimana telah diketahui, coronavirus ada berbagai macam jenisnya. Ada yang disebut sebagai SARS-CoV 2 yang menyebabkan Covid-19 atau yang pada awalnya dikenal dengan Pneumonia Wuhan. Ada pula jenis coronavirus lain yang terdapat dalam binatang seperti kelelawar dan anjing.
Penelitian terkini dari Malaysia menyimpulkan bahwa ada jenis baru corona virus yang terdapat pada anjing dan dapat menimbulkan pneumonia (radang paru) pada manusia. Virus ini berasal dari jenis alfacoronavirus. Meskipun berbeda dari Covid-19, temuan ini merekomendasikan peningkatan kewaspadaan karena penyakitnya mirip dengan efek Covid-19, yaitu pneumonia. (Vlasova dkk, 2022, Novel Canine Coronavirus Isolated from a Hospitalized Patient With Pneumonia in East Malaysia, Clinical Infectious Disease, Volume 74: halaman 446-454)
Pada masa lalu, sejarah pandemi pes atau sampar yang terkenal dengan Black Death juga mengungkapkan anjing sebagai salah satu hewan yang berperan dalam penularan. Berbagai penelitian terkait dengan penularan pandemi mengidentifikasi adanya penyebaran kuman penyebab wabah dari anjing ke manusia melalui kutu.
Bila dibandingkan dengan hewan peliharaan lainnya seperti kucing, anjing beresiko menularkan wabah pes atau sampar kepada manusia dibandingkan dengan kucing. Penelitian tentang resiko penularan pes terhadap manusia menyimpulkan bahwa kutu pada anjing peliharaan dapat menyebarkan wabah ini dengan nyata.
“Dalam kasus rumah tangga yang memiliki banyak anggota keluarga, 40 persen pasien yang mengalami pes ternyata tidur dengan anjing mereka. Sedangkan paparan kutu dari kucing tidak signifikan. Tidur di ranjang yang sama dengan anjing peliharaan memiliki hubungan yang signifikan dengan penularan pes. Temuan kami menunjukkan bahwa anjing dapat memperantarai perpindahan kutu ke dalam rumah dan aktivitas kontak jarak dekat dengan anjing peliharaan dapat meningkatkan resiko wabah pes.” (Gould dkk, 2008, Dog-associated risk factors for human plague, Zoonosis Public Health, 55 (8-10): halaman 448-454)
Kenyataan bahwa anjing rentan menularkan penyakit pes didukung oleh sifat alamiah dari anjing. Selain suka mengendus segala sesuatu yang ditemuinya, anjing juga bersifat rakus sehingga memakan apapun termasuk kotoran dan bangkai. Pada peristiwa wabah pes di Yunnan, China, yang terjadi pada abad ke-19, banyak mayat manusia yang bergelimpangan dan dimangsa oleh anjing dan babi. Saksi mata menuturkan bahwa mayat itu kemudian dimakan oleh anjing dan babi yang banyak terdapat di sana sebagai hewan peliharaan.
“Kami melihat di beberapa jalan anjing dan babi makan tanpa gangguan pada mayat yang tidak dikubur oleh siapa pun.” (Rust dkk, 1971, The Role of Domestic Animals in the Epidemiology of Plague, The Journal of Infectious Diseases, Oxford Journals, Oxford University Press: halaman 522-526)
Dengan sifat bawaan alamiah yang senang kepada kotoran, anjing beresiko membawa sesuatu yang kotor dan menularkan penyakit ke manusia. Oleh karena itu, selayaknya kaum muslimin memberikan perhatian khusus agar tidak berdekatan dengan anjing kecuali untuk keperluan yang diijinkan oleh syariat Islam. Wallahu a’lam bis shawab.
Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan pakar farmasi, anggota MUI Cilacap.