Sekjen Kemnaker, Anwar Sanusi saat mengikuti seminar nasional bertajuk Improving Employment Conditions to Recover Together di Yogyakarta. (Foto: Humas Kemnaker)
Yogyakarta, NU Online
Setelah sukses menggelar pertemuan kedua Kelompok Kerja Bidang Ketenagakerjaan G20 (The 2nd Employment Working Group/EWG Meeting), Kementerian Ketenagakerjaan menjaring masukan untuk dijadikan rekomendasi di forum G20. Salah satunya melalui Seminar Nasional bertajuk Improving Employment Conditions to Recover Together (Meningkatkan Kondisi Ketenagakerjaan untuk Pulih Bersama) di Yogyakarta, Jumat (13/5/2022).
"Melalui kegiatan ini, diharapkan ide-ide yang dihasilkan dapat dikristalisasi menjadi suatu rekomendasi penting dalam forum diskusi inti G20, sebagai suatu bentuk sharing pengalaman. Melalui langkah ini kita dapat lebih berperan konstruktif dalam pembangunan dunia ketenagakerjaan di level global," kata Sekjen Kemnaker, Anwar Sanusi.
Anwar Sanusi mengatakan, pembangunan ketenagakerjaan dalam era pandemi Covid-19 ini telah menunjukan sejumlah perbaikan selama kurun waktu Februari 2021 hingga Februari 2022. Namun begitu, saat ini juga terjadi gejala-gejala eksklusivitas dalam pasar tenaga kerja Indonesia.
"Eksklusivitas juga datang seiring dengan digitalisasi, yaitu adanya kesenjangan digital (digital divide)," katanya.
Oleh karenanya, untuk mengantisipasi tantangan eksklusivitas pasar tenaga kerja Indonesia tersebut, Anwar Sanusi memandang tema EWG G20 bidang ketenagakerjaan yang diturunkan dalam empat isu prioritas sangatlah tepat untuk menjawab hal tersebut.
Keempat isu prioritas tersebut adalah pertama, penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan dalam menghadapi perubahan dunia kerja. Kedua, pasar kerja yang inklusif dan afirmasi pekerjaan yang layak untuk penyandang disabilitas. Ketiga, pengembangan kapasitas SDM untuk pertumbuhan produktivitas yang berkelanjutan. Keempat, perlindungan tenaga kerja yang adaptif dan inklusif dalam merespon dunia kerja yang terus berubah.
"Saya memandang keempat isu sangat berkaitan satu sama lain untuk menghadirkan pasar kerja inklusif dan afirmatif di era digitalisasi. Hal ini berarti, reformasi pasar tenaga kerja Indonesia tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan holistik dan komprehensif, dan bersifat multidisiplin," pungkasnya.