Bandarlampung, NU Online Lampung
Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama telah rampung digelar di Provinsi Lampung mulai 22-24 Desember 2021. Forum permusyawaratan tertinggi NU ini berhasil memilih KH Miftachul Akhyar dan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Rais ‘Aam dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2021-2026. Banyak harapan digantungkan pada dua tokoh NU ini menjelang dua abad organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia ini.
Di antaranya datang dari Prof. Mohammad Mukri yang juga Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung sekaligus Ketua Panitia Daerah Muktamar Ke-34 NU. Menurutnya, duet KH Miftachul Akhyar dan KH Yahya Cholil Staquf merupakan paduan yang tepat mewakili kalangan muda dan tua.
“Perubahan zaman menuntut kolaborasi generasi tua dan muda serta kolaborasi dengan semua pihak. Tantangan yang terjadi saat ini dan masa mendatang harus direspons dengan bijak dan diarahkan untuk kemaslahatan masyarakat banyak,” kata Rektor Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung ini melalui keterangan tertulis kepada NU Online Lampung, Selasa (28/12/2021).
Ia berharap kolaborasi menghadapi perubahan zaman dengan berbagai pihak termasuk di dalamnya partai politik tidak boleh menjadikan NU masuk politik praktis. “NU adalah milik bangsa,” tegas pria yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung ini.
Dengan visi ‘Menghidupkan Gus Dur’, PWNU Lampung berharap Gus Yahya mampu menghidupkan pemikiran dan nilai-nilai yang telah diwariskan oleh Gus Dur. Hal ini bisa terlihat nantinya dari semakin dirasakannya kehadiran NU oleh masyarakat kalangan bawah serta bangsa dan negara.
Ia optimis, karisma keduanya serta potensi yang dimiliki oleh Nahdlatul Ulama mampu memberi kontribusi banyak bagi agama, bangsa, dan negara serta bisa berkiprah lebih besar lagi dari sebelumnya.
Dalam setiap perjuangan, lanjut Prof Mukri, akan selalu dijumpai tantangan termasuk PBNU di bawah kepemimpinan kiai Miftah dan Gus Yahya. Tantangan tersebut bisa dari sisi internal maupun eksternal organisasi.
“Selama ini NU dikenal sebagai organisasi yang pengelolaannya bersifat tradisional dan informalitas tinggi. Semua hal diselesaikan secara informal. Tapi di saat bersamaan dibutuhkan modernisasi organisasi,” ungkapnya tentang tantangan internal organisasi yang harus dihadapi saat ini dan ke depan.
Sementara tantangan eksternal lanjutnya adalah terkait dengan kebutuhan untuk menjaga dan terus mengembangkan aspek-aspek pluralisme, solidaritas sosial, dan karakter keagamaan moderat di tengah kebhinekaan yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
‘Secara global, NU bersama Kiai Miftah dan Gus Yahya diharapkan mampu menjadi inspirasi bagi nilai-nilai perdamaian secara lebih luas lintas agama dan dunia bermodalkan pengamalan tingkat global yang dimiliki Gus Yahya,” pungkasnya. (Muhammad Faizin).