Kepulauan Meranti, NU Online
Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (BRG), Myrna A Safitri, tak bosan-bosannya mengingatkan masyarakat Riau untuk terus memperhatikan lahan gambut. Menurutnya, pengelolaan zaman dulu dengan cara dibakar sudah tidak relevan dengan keadaan saat ini. Dulu lahan gambut basah, sementara kini kering kerontang sehingga jangan sampai salah dalam mengelolanya.
Myrna menyebutkan, kebakaran lahan gambut yang pernah terjadi tahun 2015 menunjukkan ada kesalahan dalam cara pengelolaannya. Perbuatan itu telah membuat rugi semua pihak dengan berbagai jenis dampak buruk yakni kesehatan warga terancam dan perputaran ekonomi di Riau terhambat.
“Semua kesalahan itu tentu berasal dari sikap manusia yang ceroboh dan tidak memikirkan apa dampak yang nanti bakal diterima masyarakat banyak,” tuturnya saat menghadiri kegiatan Do’a Bersama Menuju Riau Hijau di Pondok Pesantren Annur, Kecamatan Rangsang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, Selasa (9/4) malam.
Myrna menegaskan, Allah telah memperlihatkan tanda-tanda kekuasaannya dengan memberikan kekayaan alam yang melimpah. Namun sayang, terkadang karena ulah manusia hingga menyebabkan kekayaan itu menjadi malapetaka. Anehnya, mereka tidak pernah merasa bersalah. Padahal, akibat dari memilih ‘jalan keliru’ itu telah yang mengakibatkan kebakaran hutan terjadi.
“Oleh karena itu kembali ke jalan yang benar dalam merawat gambut. Praktik yang lama kita ubah. 10 tahun yang lalu gambut dibakar tidak apa-apa karena lahannya basah, tapi sekarang lahannya kering tidak boleh dibakar,” lanjut Myrna.
Ia mengajak warga untuk merenungkan kembali pola pengelolaan lahan gambut yang saat ini diterapkan. Sebab pemerintah tidak main-main terhadap persoalan gambut. Hal itu karena untuk memulihkan keadaan setelah kebakaran lahan gambut, membutuhkan waktu yang sangat panjang.
“Makanya saya juga berterimaksih kepada MUI yang diketuai KH Ma’ruf Amin. Beliau dengan berani mengeluarkan fatwa bahwa tindakan sengaja membakar hutan hukumnya haram. Karena situasi darurat saatnya semuanya untuk berhati-hati,” jelasnya.
Myrna menambahkan, untuk mengubah keadaan itu diperlukan perubahan sikap dan perilaku masyarakat. Salah satunya mengubah cara bertani, dengan cara-cara yang tidak harus merusak alam.
“Kata Allah dalam Al-Qur’an, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu merubah dirinya sendiri,” ucap Myrna mengutip ayat Al-Qur’an. (Abdul Rahman Ahdori/Aryudi AR)