Jakarta, NU Online
Setiap akhir pekan, masyarakat Jakarta dan sekitarnya sering memanfaatkan hari libur untuk menikmati objek wisata. Selain destinasi alam, kunjungan ke tempat-tempat religi juga menjadi pilihan populer saat berlibur.
DKI Jakarta tidak hanya terkenal dengan objek wisatanya, tetapi juga memiliki sejarah panjang melalui makam-makam ulama yang turut berperan dalam pergerakan pada masa penjajahan serta ikut mendirikan dan berjuang di organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama.
Disarikan dari fitur NUPedia di NU Online Super App, berikut 12 rekomendasi ziarah makam tokoh NU di Jakarta yang mencakup berbagai kalangan mulai dari seniman, jurnalis, ulama NU, hingga tokoh perempuan NU.
1. Nyai Chadijah Dahlan
Dikutip dari NUPedia, Ketua pertama Nahdlatul Ulama Muslimat (NUM) ketika didirikan di Purwokerto tahun 1946. Pidatonya yang disampaikan dalam forum resmi NUM di Purwokerto dijadikan konsideran dan dimasukkan dalam penyusunan peraturan chususi (AD/ART) NUM.
Nyai Dahlan wafat pada Oktober 1948. Ia hanya memimpin NUM selama dua tahun, namun telah membentuk pondasi yang baik guna perkembangan organisasi. Sehingga, pada Muktamar NU ke-19, 28 Mei 1952 di Palembang, NUM menjadi badan otonom NU dan berganti nama menjadi Muslimat NU.
Makamnya terletak di TMP Kalibata Jl. Raya Kalibata No.14, RT.14/RW.1, Kalibata, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12740.
Baca Juga
Ganjaran Ziarahi Makam Orang Tua
2. M. Iqbal Assegaf
Ketua Umum Pucuk Pimpinan [PP] Gerakan Pemuda Ansor periode 1995-2000. Lahir di Kampung Bajo, di Pulau Bacan Maluku Utara (lahir 12 Oktober 1957 dan meninggal 13 Februari 1999). Anak keempat dari 12 bersaudara pasangan Husein Ahmad Assegaf dan Rawang Abdullah Kamarullah.
Garis silsilahnya masih bersambung ke Habib Umar Assegaf, seorang pejuang kemerdekaan yang memiliki keturunan Arab dan perantauan dari Palembang yang menikahi Raden Ayu Azimah, putri Sultan Badaruddin ll.
Makakmnya terletak di Jl. Rawajati Timur II No.69, RW.8, Rawajati, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12750.
3. KH Muhammad Ilyas
Tokoh yang mengusulkan nama "lstiqIal" untuk Masjid lstiqlal Jakarta. Di era Orde Baru menjadi Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Muhammad Ilyas lahir 23 November 1911 di Kraksaan, Probolinggo.
Tokoh ini pernah menjadi menteri agama tiga periode, dan ketika itu, dia membuat berbagai kebijakan: membentuk Kantor Urusan Agama, Kantor Pendidikan Agama, dan Kantor Penerangan Agama di beberapa wilayah. la juga membentuk Pengadilan Agama dan Mahkamah Syariah di luar Pulau Jawa.
Makamnya terletak di TMP Kalibata Jl. Raya Kalibata No.14, RT.14/RW.1, Kalibata, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12740.
4. KH Muhammad Dahlan
KH M. Dahlan pernah menjadi Menteri Agama. la adalah tokoh pesantren yang ahli dalam doa-doa pengobatan, pengamal Dalailul Khairat, aktivis politik, dan tokoh serba bisa.
Pada Muktamar NU ke-15 di Surabaya (1940), ia juga secara gigih membela dan memberi argumentasi agar perempuan bisa mendirikan organisasi tersendiri di dalam tubuh NU. Upaya M. Dahlan membuahkan hasil dengan didirikannya Muslimat NU.
Makamnya terletak di TMP Kalibata Jl. Raya Kalibata No.14, RT.14/RW.1, Kalibata, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12740.
5. Djamaluddin Malik
Pejuang kemerdekaan, pengusaha, produser film, pendiri dan Ketua Lesbumi (1962), Ketua III Partai NU (1956; 1967), anggota DPR-GR (1966-69) mewakili NU, dan Ketua Dewan Film Nasional (1969).
Ia juga mendirikan PT. Timbul yang menerbitkan Harian Duta Masyarakat sebagai organ partai NU. Pada tahun 1956, ia terpilih sebagai Ketua III Partai NU dalam Muktamar ke-21 di Medan.
Makamnya terletak di Jl. Raya Kalibata No.14, RT.14/RW.1, Kalibata, Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12740
6. Asrul Sani
la pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan menjadi ketuanya pada 1976-1979 serta salah satu anggota Akademi Jakarta. Ia menerima penghargaan Bintang Mahaputra Utama dari Pemerintah RI (2000).
Penulis, penerjemah naskah drama dunia, serta sutradara panggung dan film. Seniman “Angkatan 1945” penggagas dan penandatangan Surat Kepercayaan Gelanggang (1950). Wakil Ketua Lesbumi (1962), dan anggota DPRGR/MPRS wakil seniman, dan anggota DPR RI (1977-1982).
Makamnya terletak di Jalan Casablanca, RT.6/RW.12, Menteng Dalam, Tebet, RT.6/RW.12, Menteng Dalam, Kec. Tebet, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12960
7. Asa Bafaqih
Jurnalis, Pemimpin Redaksi Pemandangan, Duta Masyarakat, dan Merdeka. Pernah menjadi duta besar RI untuk Sri Lanka (1960-1964) dan Aljazair merangkap Tunisia (1964-1965), anggota KNIP, dan anggota DPR Gotong Royong (1959) mewakili wartawan dan (1968) mewakili NU.
Karier jurnalistiknya diawali ketika ia rajin menerjemahkan tulisan-tulisan mengenai dunia Islam dan Arab yang dikirimkannya ke harian Pemandangan. Sewaktu Partai NU mendirikan surat kabar Duta Masyarakat (1954), Wan Asa ditunjuk sebagai Pemimpin Redaksi yang pertama.
Masuknya Wan Asa ke pangkuan NU Iangsung melalui Rais ‘Am PBNU KH Abdul Wahab Hasbullah, setelah diperkenalkan Ketua Umum Jam’iyatuI Khoir waktu itu, Abdurrahman Shihab. Ia memang tidak bertahan Iama. Namun, Wan Asa telah mempersiapkan fondasi dasar surat kabar NU dan mengkader beberapa anak muda NU untuk melanjutkan eksistensi Duta Masyarakat.
Makamnya terletak di TPU Karet Bivak Jl. Karet Pasar Baru Barat, Karet Tengsin, Kecamatan Tanah Abang, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10250.
8. KH Sullam Syamsun
Tokoh NU dan Sekretaris Menteri Penghubung Kerja Sama Sipil-Militer. Lahir pada 22 April 1922 di Malang, Jawa Timur. Kiai Sullam Syamsun adalah salah satu tokoh NU yang meneruskan karier militer seusai perjuangan revolusi kemerdekaan. Ketika ditugaskan di Sulawesi Selatan, ia membentuk pasukan yang terdiri dari para santri yang pandai memainkan seni hadrah (terbangan).
Ia pensiun dari dinas militer pada 1977 dengan pangkat brigadir jenderal. Ia merupakan tokoh NU yang meraih penghargaan tertinggi di kemiliteran Indonesia.
Makamnya terletak TPU Karet Bivak di Jl. Karet Pasar Baru Barat, Karet Tengsin, Kecamatan Tanah Abang, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10250.
9. Nyai Solechah Saifuddin Zuhri
Ketua PP Muslimat NU (1956-1989) dan anggota Dewan Konstituante (19551959) dari Partai NU. Lahir di Purworejo, Jawa Tengah, pada 1 Oktober 1924 dari pasangan H.A. Dahlan dan Siti Asiah. KeIuarganya adalah pengusaha batik yang ternama. Solechah menikah dengan K.H. Saifuddin Zuhri, kiai dan tokoh NU.
Ia mulai aktif di Muslimat NU pada 1950-an dan menjadi Ketua PW Muslimat Jawa Tengah periode 1950-1955. Selanjutnya, ia menjadi salah satu Ketua PP Muslimat NU (1956-1989).
Makamnya terletak TPU Tanah Kusir di Jalan Raya Bintaro, RT 2/RW 10, Kby. Lama Sel., Kec. Kby. Lama, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12240.
10. Fajrul Falaakh
Mohammad Fajrul Falaakh, adalah salah satu kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang mempunyai prestasi dalam bidang kajian konstitusi dan hukum tata negara.
Selain terkenal dalam dunia Hukum Tata Negara sosok Fajrul juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap PMII, karena Fajrul adalah salah satu perumus Nilai Dasar Pergerakan (NDP). Ia juga menjabat ketua PBNU (2004-2009).
Makamnya terletak di TPU Tanah Kusir Jalan Raya Bintaro, RT.2/RW.10, Kby. Lama Sel., Kec. Kby. Lama, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12240.
11. Mohammad Zamroni
Ketua Umum PMII Periode 1967-1977, Ketua presidium KAMI pusat, dan salah seorang aktivis NU yang ikut memperjuangkan Khittah NU. Pada tahun 1968, Zamroni menjadi Wakil Ketua GP Ansor.
Selain itu, dia juga menjadi Wasekjen PBNU pada Muktamar NU di Semarang (1979). Dia juga termasuk tokoh yang ikut menjadi bagian dari Majlis 24 dan Tim 7 yang memperjuangkan Khittah NU. Pada Munas Alim Ulama NU tahun 1983, dia masuk di komisi yang membidangi PemuIihan Khittah NU 1926.
Makamnya terletak di TPU Tanah Kusir Jalan Raya Bintaro, RT.2/RW.10, Kby. Lama Sel., Kec. Kby. Lama, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12240.
12. KH Saifuddin Zuhri
Ulama, politisi, dan wartawan. Menduduki jabatan Menteri Agama pada masa akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Puncak karir wartawannya adalah ketika menjadi pemimpin redaksi Duta Masyarakat, koran resmi partai NU (1964-1965). Saifuddin aktif di NU sejak belia.
Ia menduduki kursi kepemimpinan organisasi NU dari bawah hingga ke pusat, di antaranya pernah menjadi Konsul Daerah Ansor Jateng, Konsul NU Jateng, dan kemudian Sekjen Pusat Partai NU (1954-1962) yang membawanya ke Jakarta. Hingga masa tuanya ia tetap mengabdi ke NU dengan menjadi Mustasyar.
Saifuddin terkenal sebagai penulis dan telah menerbitkan banyak buku, di antaranya Guruku Orang-Orang dari Pesantren (1974), Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia (1979), Kaleideskop Politik di Indonesia (3 jilid, 1981), dan Berangkat dari Pesantren (1987).
Makamnya terletak di TPU Tanah Kusir Jalan Raya Bintaro, RT 2/RW 10, Kby. Lama Sel., Kec. Kebayoran Lama, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12240.