Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya saat menyampaikan sambutan pada Konferwil PWNU Lampung di Kampus Universitas Ma’arif Lampung (Umala) Kota Metro istimewa pada Sabtu (29/7/2023). (Foto: Panitia Konferwil PWNU Lampung)
Metro, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menyebut bahwa untuk mewujudkan Jamiyyah Nahdlatul Ulama bisa koheren atau terpadu dibutuhkan tiga bentuk disiplin. Pertama adalah disiplin norma sebagai nilai-nilai pedoman dan pegangan.
“Norma itu ada dua macam. Ada norma-norma yang tertulis, ada norma yang tidak tertulis. Ada norma-norma yang merupakan aturan-aturan. Ada norma yang merupakan adab, sopan santun, akhlak,” jelasnya saat memberi sambutan sekaligus membuka Konferensi Wilayah (Konferwil) Ke-11 Nahdlatul Ulama Provinsi Lampung yang diselenggarakan di Kampus Universitas Ma’arif Lampung (Umala) Kota Metro istimewa pada Sabtu (29/7/2023).
Norma-norma di NU ini, lanjutnya, harus dipatuhi dan diikuti oleh setiap pengurus dan warga NU. Karena jika tidak patuh dan menaati peraturan itu, maka organisasi akan mengalami disorientasi dan tidak terarah alias kocar-kacir.
“Kalau ketentuan yang sudah ada itu tidak kita ikuti, buat apa ketentuan itu dibikin? Ketentuan itu dibuat dan didesain supaya organisasi ini menjadi satu kesatuan yang utuh, yang rapi, yang tertib,” tegasnya.
Penyusunan desain organisasi inilah yang menjadi langkah awal kepengurusan PBNU hasil Muktamar Ke-34 di Lampung. Desain norma tertulis dalam NU itu berbentuk peraturan-peraturan untuk memperjelas mekanisme-mekanisme organisasi berupa 19 peraturan perkumpulan.
“Saya harap sesudah ini nanti, PWNU (Lampung) baru menjadikan agenda utamanya (berupa) sosialisasi peraturan-peraturan perkumpulan dan peraturan-peraturan PBNU supaya semuanya paham,” katanya.
Sedangkan norma tak tertulis lanjut Gus Yahya, adalah berupa adab yang walaupun tak tak tertulis namun harus diikuti karena Nahdlatul Ulama adalah organisasinya ulama dan para santri-santrinya ulama. “Tidak patut disebut santri kalau tidak pegang adab,” tegasnya.
Santri menurutnya harus memegang teguh adab baik adab kepada sesama lebih-lebih adab kepada guru dan adab kepada pemimpin. Boleh saja menurutnya berbeda pendapat dan pandangan, namun semua harus didasari dengan adab.
“Harus ada bedanya, organisasinya ulama dengan organisasi yang bukan ulama. Kalau ada yang katanya santri bahkan ada yang dipanggil kiai tapi tidak pegang adab, percuma dia mengaji,” tegasnya kembali.
Disiplin kedua adalah disiplin agenda berupa program-program yang telah ditetapkan sesuai mekanisme yang ada dan tidak membuat agenda dan program sendiri.
Sementara disiplin yang ketiga adalah disiplin kepemimpinan yakni kejelasan siapa yang memimpin dan siapa yang dipimpin dalam sebuah organisasi. “Tidak boleh semuanya mau nyrondol jadi pimpinan semua. Harus jelas siapa yang memimpin dan siapa yang dipimpin,” tegasnya.
Untuk mewujudkan kedisiplinan itu menurut Gus Yahya, organisasi harus valid dalam tiga macam yakni validitas personalia atau pengurus berupa kejelasan identitas individu dalam sebuah organisasi. “Jangan sampai namanya disebut (dalam SK), orangnya tidak ada,” tegasnya.
Kedua adalah validitas proses yang sesuai dengan disiplin norma baik tertulis maupun tidak tertulis agar kepengurusannya bisa dipertanggungjawabkan. Ketiga adalah validitas administrasi yang menurutnya paling sulit di Nahdlatul Ulama. “Semua yang menyangkut personalia, proses-proses, tata cara, dan sebagainya ini harus dicatat dan diadministrasikan dengan baik sesuai ketentuan,” tegasnya.
Oleh karena itu saat ini PBNU sedang melakukan agenda verifikasi dan validasi MWC dan ranting agar semuanya valid. Validasi ini bukanlah sebuah bentuk ancaman namun sebagai upaya memperbaiki validitas organisasi.