30 Tahun di Kursi Roda, Nyai Sinta Nuriyah Tetap Semangat Merawat Bangsa Indonesia
Senin, 9 Oktober 2023 | 18:00 WIB
Yogyakarta, NU Online
Pada tahun 1992, Hj Sinta Nuriyah Wahid mengalami kecelakaan mobil dan menyebabkan separuh tubuhnya lumpuh. Sehingga untuk beraktivitas harus menggunakan kursi roda. Meskipun begitu, semangatnya untuk merawat Islam Rahmatan Lil Alamin di Indonesia terus dilakukannya.
Menurut putri pertama Hj Sinta Nuriyah Wahid yang bernama Hj Alissa Qotrunnada Wahid, sang ibu terhitung sudah puluhan tahun berada di kursi roda. Namun, hingga saat ini, ia masih keliling Indonesia dan menghadiri acara tenun kebangsaan dan keislaman.
"Ibu Sinta Nuriyah Wahid ini walaupun sudah 30 tahun di kursi roda, beliau tidak pernah kehilangan semangat untuk merawat bangsa ini dan untuk menampilkan wajah Islam rahmatal lil 'alamin di bumi Indonesia," jelasnya saat Maulid Nabi Muhammad di Pondok Pesantren An-Nadwah, Yogyakarta, Ahad (8/10/2023).
Menurutnya, meskipun dalam kondisi fisik terbatas, Hj Sinta Nuriyah Wahid masih aktif dalam berpikir dan berkegiatan. Hj Sinta Nuriyah Wahid sempat terbaring di kasur rumah sakit selama tiga bulan, setelah itu ia sanggup menyelesaikan kuliah Strata Dua di Universitas Indonesia.
"Dengan keterbatasannya, semangat untuk mengurus bangsa ini terus ada," imbuh Alissa.
Dikatakan, Hj Sinta Nuriyah Wahid aktif mengawal isu kebangsaan, keislaman, keadilan, perempuan di berbagai daerah. Strata dua mengambil fokus studi kajian perempuan.
"Kita seharusnya mewarisi semangat dan komitmen untuk mewujudkan hubbul Wathon minal iman," ujar Alissa.
Melihat kesibukan ibunya yang cukup padat di usia senja, Alissa berharap sang ibu diberikan kesehatan. Dikarenakan Hj Sinta Nuriyah Wahid saat ini sudah berumur 75 tahun. Lahir di Jombang 8 Maret 1948.
"Mohon doa, semoga Ibu Sinta dapat sehat dan panjang umur serta selalu terus menginspirasi bangsa Indonesia," pintanya.
Semangat Hj Sinta Nuriyah Wahid yang ingin menciptakan Islam rahmatal lil 'alamin di Indonesia sejalan dengan cita-cita besar suaminya, Gus Dur. Presiden ke-4 itu ingin melihat masa depan Islam ada di Indonesia.
"Islam di masa depan menurut Gus Dur akan ditopang oleh dua hal, pertama Islam di tanah kelahirannya dan kedua Islam di Indonesia," tandasnya.