4 Tanggapan Mahfud MD soal Penetapan Tersangka Kabasarnas oleh KPK
Sabtu, 29 Juli 2023 | 14:00 WIB
Jakarta, NU Online
Beberapa hari lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan tangkap tangan terhadap sejumlah pejabat Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), di antaranya Marsekal Madya Henri Alfiandi yang merupakan Kepala Basarnas. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Rabu (26/7/2023) lalu.
Namun, penetapan ini kemudian dianggap menyalahi aturan mengingat Henri Alfiandi merupakan seorang perwira TNI yang masih aktif. Mestinya, Polisi Militer yang berhak menindak dan menetapkan status perwira tersebut. TNI pun keberatan atas langkah KPK tersebut.
Hal ini berujung permohonan maaf dari pimpinan KPK yang disampaikan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dan pengunduran diri Brigjen Asep Guntur Rahayu dari jabatannya sebagai Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK.
Menanggapi polemik ini, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan empat poin pandangannya mengingat timbulnya problem hukum.
Pertama, ia meminta agar problem ini tidak perlu diperdebatkan berkepanjangan. Menurutnya, yang penting adalah kelanjutan penegakan hukum atas permasalahan intinya, yakni korupsi.
“Meskipun harus disesalkan, problem yang sudah terjadi itu tak perlu lagi diperdebatkan berpanjang-panjang. Yang penting kelanjutannya, agar terus dilakukan penegakan hukum atas substansi masalahnya, yakni korupsi,” katanya.
Kedua, lanjut Mahfud, perdebatan ini harus diakhiri karena KPK sudah mengakui kesalahan proseduralnya dan TNI sudah menerima problem intinya, yaitu dugaan korupsi yang dilakukan oleh salah satu perwira tingginya pada institusi Basarnas.
Baca Juga
Gus Dur dan Moralitas Bangsa Antikorupsi
“Mengapa harus meneruskan masalah pokok dan berhenti memperdekatkan prosedurnya? Sebab KPK sudah mengaku khilaf secara prosedural, sedangkan di lain pihak TNI juga sudah menerima substansi masalahnya, yakni sangkaan korupsi untuk ditindaklanjuti berdasar kompetensi peradilan militer,” terang Mahfud.
Ketiga, masalah korupsi yang disangkakan pada Henri Alfiandi sudah diinformasikan dan dikoordinasikan dengan TNI. Hal ini harus ditindaklanjuti dengan mekanisme pengadilan militer hingga tuntas.
“Yang penting masalah korupsi yang substansinya sudah diinformasikan dan dikoordinasikan sebelumnya kepada TNI ini harus dilanjutkan dan dituntaskan melalui Pengadilan Militer,” kata guru besar hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu.
“Perdebatan tentang ini di ruang publik jangan sampai menyebabkan substansi perkaranya kabur sehingga tak berujung ke Pengadilan Militer,” lanjutnya.
Keempat, Mahfud menyampaikan biasanya kasus di pengadilan militer membawakan sanksi tegas kepada pelaku mengingat konstruksi hukumnya yang jelas.
“Meskipun terkadang ada kritik bahwa sulit membawa oknum militer ke pengadilan, tetapi biasanya jika suatu kasus sudah bisa masuk ke pengadilan militer sanksinya sangat tegas dengan konstruksi hukum yang jelas,” pungkasnya.
Kasus dugaan suap tersebut menjerat Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi. Kasus ini terungkap berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Selasa (25/7/2023) lalu. OTT dilakukan di daerah Jakarta Timur dan Bekasi.
Sebanyak 10 orang ditangkap dari kegiatan OTT KPK tersebut. KPK juga mengamankan barang bukti uang tunai pecahan rupiah.
Salah satu pihak yang ditangkap merupakan anggota TNI AU bernama Letkol Adm Afri Budi Cahyanto. Letkol Afri diketahui bertugas sebagai Kepala Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas di Basarnas.
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkap ada pembagian 10 persen dalam dugaan proyek di Basarnas. "Besaran fee 10 persen dari nilai proyek," kata Ketua KPK Firli Bahuri kepada wartawan.