Amin Mudzzakir pada kegiatan Dialog Publik; Emporwement Perempuan dalam Transformasi Budaya dilaksanakan oleh Kopri Pengurus Komisariat (PK) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Universitas Nahdlatul Ulama Indoesia (Unusia) di aula lantai 4 kampus Unusia Jakarta, Jumat (26/7/2024). (Foto: dok. Kopri Unusia)
Jakarta, NU Online
Isu sekitar Islam dan relasi gender bukan lagi menjadi suatu yang asing, melainkan menjadi topik yang sering diperdebatkan. Hal itu menarik perhatian bayak orang yang ingin mendalami isu-isu gender dalam kontek Islam. Padahal Islam diturunkan membawa misi kesetaraan.
Hal itu diungkapkan Akademisi Amin Mudzzakir pada kegiatan Dialog Publik; Empowerment Perempuan dalam Transformasi Budaya dilaksanakan oleh Kopri Pengurus Komisariat (PK) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Universitas Nahdlatul Ulama Indoesia (Unusia) di aula lantai 4 kampus Unusia Jakarta, Jumat (26/7/2024).
“Islam datang untuk membebaskan manusia dari ketidakadilan. Isu Islam dan gender menjadi topik yang menarik perhatian, yang pada akhirnya ingin mendalami,” ujar Amin, Doktor Filsafat jebolan Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara itu.
Dosen Pascasarjana Unusia itu menjelaskan, sejarah perhatian Islam terhadap isu-isu gender di Indonesia menguraikan perspektif seiring berkembangnya waktu. Ia juga menyoroti pentingnya memahami perbedaan antara konsep gender dalam konteks budaya dan agama.
“Gender merujuk pada peran, sifat, atau perilaku yang dikonstruksi secara budaya dan dialamatkan kepada laki-laki atau perempuan,” ungkap Amin.
Selain itu, Amin memperkenalkan buku yang relevan dengan topik diskusi, salah satunya adalah karya tulisnya sendiri. Buku-buku tersebut digunakan sebagai dasar untuk memahami lebih dalam tentang konsep gender dalam Islam.
“Buku Feminisme Kritis; Gender dan Kapitalisme dalam Pemikiran Nancy Fraser dan buku Kosmopolitanisme Seyla Benhabib,” kata Amin sambil menunjukkan dua karya bukunya.
Peneliti Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) itu menyinggung tentang budaya patriarki. Menurutnya, budaya patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama, baik dalam keluarga maupun masyarakat luas.
Ia juga mengajak untuk merenungkan agar nilai-nilai Islam dapat diinterpretasikan untuk mendukung kesetaraan gender dan menghilangkan praktik-praktik patriarki.
“Islam datang membawa misi kesetaraan antarumat manusia, saling menghargai dan menghormati. Islam mendukung kesetaraan dan budaya patriarki perlu dihilangkan,” katanya.
Menurutnya, banyak juga para kalangan ulama yang mencoba menempatkan nilai kesetaraan pada tempat sebagaimana mestinya melalui penafsiran ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits, serta pemikiran para cendekiawan.
Amin mengatakan bahwa diskusi yang digelar itu tidak hanya memberikan wawasan baru tentang hubungan antara Islam dan gender, tetapi juga membuka ruang dialog konstruktif di kalangan akademisi dan praktisi.
“Diskusi ini dapat menjadi langkah awal untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang isu-isu gender dalam konteks Islam di Indonesia,” tutup Amin.
Kontributor: Dinda Fatimah Zahra