Nasional

Aktivis HAM dan Korban Orde Baru Desak Fadli Zon Cabut Nama Soeharto dari Penerima Gelar Pahlawan

Kamis, 6 November 2025 | 13:00 WIB

Aktivis HAM dan Korban Orde Baru Desak Fadli Zon Cabut Nama Soeharto dari Penerima Gelar Pahlawan

Suasana Aksi Tolak Gelar Pahlawan Soeharto di depan Gedung Kementerian Kebudayaan, Jakarta, pada Kamis (6/11/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)

Jakarta, NU Online

Sejumlah aktivis hak asasi manusia (HAM) dan para korban kekerasan era Orde Baru menggelar aksi di depan Gedung Kementerian Kebudayaan, Jakarta, pada Kamis (6/11/2025).


Mereka mendesak Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Kehormatan (GTK) Fadli Zon, agar mencabut nama Soeharto dari daftar usulan penerima Gelar Pahlawan Nasional.


Selain orasi dari peserta aksi dan korban pelanggaran HAM di era Soeharto, kegiatan ini juga diisi dengan pembacaan puisi, diskusi buku, membaca bersama, serta pembacaan riwayat pelanggaran HAM sepanjang masa pemerintahan Orde Baru.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya menegaskan, aksi penolakan gelar pahlawan untuk Soeharto merupakan bentuk ekspresi damai yang bertujuan memberikan catatan kritis terhadap rencana pemberian gelar tersebut.


Menurut Dimas, penolakan publik terhadap Soeharto tidak didorong oleh kebencian pribadi, melainkan berlandaskan pada fakta sejarah dan kerja panjang masyarakat sipil.


“Aksi ini adalah aksi damai. Kami membawa poster dan buku-buku yang merekam kekerasan negara sepanjang Orde Baru serta sosok Soeharto yang sangat kontroversial," kata Dimas.


"Harapan kami, masyarakat yang melintas dapat memahami alasan kami menolak gelar ini, bukan karena kebencian, tetapi karena fakta-fakta nyata yang didukung oleh riset, tulisan, dan kesaksian korban,” tambahnya.


Ia menegaskan bahwa rekam jejak pelanggaran HAM pada masa Orde Baru, mulai dari pembunuhan massal, penghilangan paksa, hingga penyiksaan terhadap aktivis, seharusnya menjadi pertimbangan kuat bagi negara untuk tidak memberikan gelar kehormatan kepada Soeharto.


“Aksi ini didasari fakta nyata bahwa rezim Orde Baru membawa lebih banyak mudarat daripada manfaat,” tambahnya.

Sementara itu, korban peristiwa 1965 Bedjo Untung mengungkapkan kemarahan dan kekecewaannya atas wacana pemberian gelar tersebut.


Ia menilai, pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan merupakan bentuk pelecehan terhadap korban dan pengkhianatan terhadap nilai-nilai keadilan.


“Saya marah dan sangat kecewa. Bagaimana mungkin seorang pelanggar hak asasi manusia diangkat menjadi pahlawan? Saya sendiri pernah ditahan, disiksa, dan dipaksa bekerja tanpa proses hukum. Semua itu dilakukan di bawah perintah Soeharto,” tegas Bedjo.


Ia juga mengingatkan bahwa Komnas HAM telah merekomendasikan pembentukan Pengadilan HAM ad hoc untuk menangani kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Namun hingga kini, rekomendasi tersebut belum ditindaklanjuti secara konkret oleh negara.


“Saya tidak rela dan sangat marah. Sudah saatnya negara berpihak kepada korban, bukan kepada pelaku,” pungkasnya.