Jakarta, NU Online
Siapa tak kenal KH Ahmad Bahauddin Nursalim yang akrab disapa Gus Baha? Rasanya warganet banyak yang mengenal Rais Syuriyah PBNU ini melalui media sosial. Sosoknya memiliki ciri khas unik saat ngaji di depan jamaah. Ratusan rekaman video ngajinya tersebar di berbagai platform medsos semacam YouTube dan Facebook.
Dalam pengajiannya, Gus Baha selalu tampil sederhana dengan kemeja putih lengan panjang dan peci hitam yang sering dipakai agak miring ke belakang dengan sedikit rambut depan yang keluar. Khas penampilan seorang santri tempo dulu.
Alumnus Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah, asuhan KH Maimoen Zubair ini juga terkenal dengan keilmuan agama, khususnya ilmu Al-Qur’an yang sangat mendalam.
Walau begitu, pria penghafal Qur’an 30 juz ini tetap membawa kitab dalam setiap kajian yang ia berikan. Ia ingin agar jangan sampai agama menjadi alat analisis namun tidak ada memiliki riwayat yang jelas.
“Saya sudah janji pada Allah bahwa umat ini berhak mendapat wirasah nabawiyah (warisan Nabi). Jadi, kalau saya ngaji tidak pakai kitab, itu artinya Anda mendapat pendapat saya. Anda mendapat makalah saya. Anda mendapat ide saya. Padahal umat Islam ini berhak mendapat sumber yang paling murni, yakni Rasulullah SAW,” ungkapnya.
Oleh karena itu, dalam setiap pengajiannya pun ia terus berkomitmen memberikan penjelasan berdasar ayat suci Al-Qur’an, hadits, dan berbagai kitab mu’tabarah karya para ulama yang memiliki kemasyhuran sanad dan keilmuan.
“Supaya umat ini dapat yang terbaik. Jangan sampai umat itu mendapat pendapat kita. Pendapat kita itu potensinya ndak bener. Ya, ada potensi bener tapi banyak ndak benernya. Karena sekali bener, itu pasti nggak pendapat. Copy paste atau mengikuti pendapat-pendapat ulama-ulama sebelumnya,” jelasnya saat Ngaji Bareng Gus Baha live via LDNU Lasem YouTube Channel, Kamis (17/9).
Gus Baha menambahkan bahwa sangat penting untuk senantiasa menjelaskan ilmu agama berdasar keterangan yang benar. Karena menurut dia, ketika seseorang menjelaskan pendapat yang benar itu sebenarnya bukan pendapatnya sendiri. Namun, pendapat para ulama terdahulu.
“Cuma biar keren diaku pendapatnya sendiri. Rata-rata yang bener bukan pendapatnya sendiri. Nah, yang ndak bener itu betul dari dia. Karena ulama dulu jarang salah dan hampir tak pernah salah. Ini catatan dari saya kenapa kalau saya ngaji selalu bawa kitab,” ungkapnya pada ngaji yang diselenggarakan di Masjid Baitul Hasib BPK RI, Rembang, Jawa Tengah.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori