Nasional

Alissa Wahid: DPR Harus Segera Sahkan UU Penghapusan Kekerasan Seksual

Rabu, 5 Desember 2018 | 11:35 WIB

Jakarta, NU Online
Putri sulung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Alissa Wahid mendesak DPR untuk segera merampungkan pembahasan UU Penghapusan Kekerasan Seksual. Sebab menurutnya masalah jumlah kejadian dan korbannya kekerasan semakin bertambah setiap waktu. 

“Kasus kekerasan seksual semakin lama semakin banyak. Korban terus berjatuhan. Komnas Perempuan mencatat kasus-kasus ini jumlahnya meningkat setiap tahun. Forum pengada layanan juga mencatat korban-korban datang melaporkan setiap hari,” kata Koordinator Jaringan Gusdurian ini melalui akun Instagramnya alissa_wahid, Rabu (5/12).

Ia mengajak semua kalangan untuk terlibat dalam aksi solidaritas dalam menuntaskan masalah ini. “Ayo, dorong DPR untuk segera membahas dan mengesakan rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Karena bila tidak, saya, kamu, kita semua, orang-orang yang kita sayangi bisa menjadi korbannya,” ujarnya.

Secara tegas ia menyampaikan dukurangnnya atas penghapusan kekerasan seksual di tanah air. “Saya Alissa Wahid dari Jaringan Gusdurian Indonesia, mendukung penghapusan kekerasan seksual dari bumi Indonesia,” pungkasnya.

Apa yang disampaikan Alissa tentang tingginya kasus kekerasan perempuan bukan isapan jempol semata. Dua kasus kekerasan perempuan yang baru-baru ini marak yakni kasus mahasiswi UGM Agni (bukan nama asli) dan kasus guru Baiq Nuril menjadi bukti nyata. 

Mahasiswi UGM Agni yang menjadi korban pelecehan seksual teman satu programnya, HS, saat melakukan Kuliah kerja Nyata (KKN) di Pulau Seram, Maluku justru menjadi korban dan diganjar hukuman nilai C di saat teman lainnya mendapat nilai lebih baik. Alasannya, oleh Pengelola KKN, Agni dianggap bertindak ceroboh dengan menginap di tempat itu. Pengelola juga menilai peristiwa perkosaan itu telah membuat malu nama UGM di depan warga.

Sementara itu, Baiq Nuril dihukum 6 bulan penjara dan didenda Rp500 juta atas pelanggaran UU ITE karena menyebarkan dokumen elektronik dengan muatan asusila. Padahal rekaman yang berisi percakapan asusila yang dilakukan seorang kepala sekolah terhadap dirinya ia buat sebagai bukti untuk membela diri. (Ahmad Rozali)


Terkait